Minggu, 10 Maret 2013

KESEHATAN MENTAL


KESEHATAN MENTAL


A.   Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental memiliki sejumlah pengertian, kalangan klinisi berpandangan bahwa sehat mentalnya jika terbebas dari gangguan dan sakit mental. Pengertian yang lain lebih menekankan pada kemampuan individual dalam merespon lingkungannya. Selain itu juga ada yang menekankan pada pertumbuhan dan perkembangan yang positif.
Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan masyarakat di aman ia hidup. Kesehatan mental tidak hanya jiwa yang sehat berada dalam tubuh yang sehat (means sana in corpore sano), tetapi juga suatu keadaan yang berhubungan erat dengan seluruh eksistensi manusia. Itulah suatu keadaan kepribadian yang bercirikan kemampuan seseorang untuk menghadapi kenyataan dan untuk berfungsi secara efektif dalam suatu masyarakat yang dinamik.
Jadi orang yang bermental sehat adalah orang yang dapat menguasai segala faktor dalam hidupnya sehingga ia dapat mengatasi kekalutan mental sebagai akibat dari tekanan-tekanan perasaan dan hal-hal yang menimbulkan frustasi.
Kesehatan mental secara relatif sangat dekat dengan integritas jasmaniah-rohaniah yang ideal. Kehidupan psikisnya stabil, tidak banyak memendam konflik internal, suasana hatinya tenang dan jasmaniahnya selalu sehat. Mentalitas yang sehat dimanifestasikan dalam gejala;tanpa gangguan batin, dan posisi pribadinya harmonis/seimbang, baik ke dalam (terhadap diri sendiri), maupun keluar (terhadap lingkungan sosialnya). Ciri-ciri khas pribadi yang bermental sehat antara lain:

1.    Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya, sehingga orang mudah mengadakan adaptasi terhadaptuntutan lingkungan standar, dan norma sosial, serta terhadap perubahan-perubahan sosial yang serba cepat.
2.    Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadian sendiri, sehingga mampu memberikan partisipasi aktif kepada masyarakat.
3.    Senantiasa giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu mengembangkan secara riil segenap bakat dan potensi), memiliki tujuan hidup dan selalu mengarah pada transendensi diri, berusaha untuk melebihi keadaan/kondisinya yang sekarang.
4.    Bergairah, sehat lahir batin, tenang dan harmonis kepribadiannya, serta mampu menghayati kenikmatan dan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.

B.   Prisip-Prinsip Kesehatan Mental
Ialah fundamen (dasar-dasar) yang harus ditegakan manusia guna mendapatkan kesehatan mental dan terhindar dari gangguan kejiwaan. Diantara prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1.   Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri
Memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri (self image) merupakan dasar dan syrat utama untuk mendapatkan kesehatan mental. Orang yang memiliki self image memiliki kemampuan menyesuaikan diri, dengan dirinya sendiri dan orang lain, alam lingkungan, serta Tuhan. Self image dapat diperoleh antara lain dengan cara bersedia menerima diri sendiri dengan apa adanya, serta yakin dan percaya kepada diri sendiri.

2.   Keterpaduan atau integrasi diri
Keterpaduan diri berarti adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup, dan kesanggupan mengatasi stres (ketegangan emosi) orang yang memiliki keseimbangan diri berarti orang yang seimbang kekuatan id, ego, dan super egonya.
Orang yang memiliki kesatuan pandangan hidup adalah orang yang memperoleh makna dan tujuan dari kehidupannya. Sedangkan orang yang mampu mengatasi stress berate orang yang mapmu atau sanggup memenuhi kebutuhannya, ketika mendapatkan hambatan mampu menyesuaikan diri, seta menemukan cara baru dalam memenuhi kebutuhannya.

3.   Perwujudan diri
Perwujudan (aktualisasi) diri sebagai prose kematangan diri dapat berarti sebagai kemampuan mempergunakan potensi jiwa dan memiliki gambaran, sikap yang baik terhadap diri sendiri, serta peningkatan motivasi dan semangat hidup.
Pentingnya aktualisasi diri dalam kesehatan mental antara lain dilaksanakan oleh Reiff. Menurutnya, orang yang sehat mentalnya ialah orang yang mampu mengaktualisasikan diri, atau mewujudkan potensi yang dimilikinyadan memenuhi kebutuhannya dengan cara baik dan memuaskan.
Sebaliknya orang yang tidak sehat mentalnya ialah orang yang tidak mampu mewujudkan potensi dan kebutuhan dirinya. Ia merasa kehilangan kekuatan diri hidup dalam alam yang serba terbatas, serta tidak berorientasi pada masa depan. Kemudian akan berpotensi untuk kehilangan arah dan tujuan hidupnya.

4.   Berkemampuan menerima orang lan, melakukan aktivitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal
Kemampuan menerima orang lain, berarti kesedian menerima kehadiran, mencintai, mengahargai, menjalin persahabatan dan memperlaukan orang lain dengan baik. Melakukan aktivitas sosial berarti bersedia berkerja sama dengan masyarakat dalam melakukan pekerjaan tersebut yang menggugah hati dan tidak menyendirir dari masyarakat. Menyesuaikan diri dengan lingkungan berarti usaha untuk mendapatkan rasa aman, dan bahagia dalam hidup bermasyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Manusia yang memiliki kemampuan tersebu berarti manusia yang sehat mentalnya.

5.   Beminat dalam tugas dan pekerjaan
Setiap manusia haruslah berminat dalam tugas dan pekerjaan yang ditekuninya. Dengan demikian, dia dapat merasakan kebahagian dalam dirinya dan mengurangi beban penderitaannya. Tanpa adanya minat, manusia sulit untuk dapat merasakan gembira dan bahagia dalam tugas dan pekerjaannya. Pribadi yang sehat dan normal adalah orang yang aktif, produktif, dan berminat dalam tugas dan pekerjaannya.

6.   Agama, cita-cita, dan falssafah hidup
Untuk pembinaan dan pengembangan kesehatan mental manusia membutuhkan agama, seperangkat cita-cita yang konsisten, dan pandangan hidup yang kukuh. Dengan agama manusia dapat terbantu dalam mengatasi persoalan hidup yang berada diluar kesanggupan dirinya, sebagai manusia yang lemah.
Dengan cita-cita, manusia dapat bersemangat dan bergairah dalam perjuangan hidup yang berotientasi dalam kehidupan secara tertib, dan mengadakan perwujudan diri yang baik. dengan falsafah hidup manusia dapan mengahadapi tantangan yang dihadapinya dengan mudah.

7.   Pengawaan diri
Mengadakan pengawasan terhadap hawa nafsu atau dorongan dan keinginan, serta kebutuhan oleh akal pikiran merupakan hal pokok dari kehidupan manusia dewasa yang bermental sehat mampu mengimbangi tingkah lakunya.

8.   Rasa benar dan tanggung jawab
Rasa benar dan tanggung jawab penting bagi manusia dalam bertingkah laku, karena sebaga individu selalu ingin bebas dari rasa salah, dosa, dan kecewa.
Ada tiga langkah yang harus ditempuh seseorang dalam mencapai kondisi kesehatan mental yang baik, pengobatan (penyembuhan), pencegahan dan pembinaan. Langkah-langkah ini sama dengan langkah-langkah yang ditempuh kesehatan jasmani dalam mencapai kesehatannya, karena antara kesehatan jasmani dan keshatan mental banyak terdapat persamaan, baik dalam pengertian, maupun dalam metode.
a.   Pengobatan (penyembuhan)
Usaha-usaha yang dilakukan untuk menyembuhkan dan merawat orang yang terganggu dan sakit mentalnya, sehingga ia dapat menjadi sehat dan wajar kebali.
b.  Pencegahan
Metode yang digunakan oleh seseorang dalam menghadapi dirinya sendiri dan orang lain untuk meniadakan atau mengurangi gangguan kejiwaan, sehingga ia dapat menjaga dirinya dan orang lain dari kemungkinan jatuh kepada kegoncangan bhatin dan ketidaktentraman jiwa. Usaha ini di samping usaha pribadi setiap orang, juga termasuk usaha pengusaha atau pemerintah untuk memperbaiki dan mempertinggi sistem kebudayaan dan peradaban.
c.   Pembinaan
Usaha pembinaan ini di samping betujuan untuk menjaga kondisi kesehatan mental yang sudah seimbang dan baik, juga meliputi cara yang ditempuh untuk meningakatkan kemampuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi yang ada padanya seoptial mungkin, seperti apa yang dilakukan orang untuk memperkuat ingatan, fantasi, kemauan, dan kepribadiannya.
            Dalam sumber lain menyebutkan bahwa prinsip-prinsip kesehatan mental antara lain:
·         Maslow menyebutnya dengan self-actualization, yaitu:
1.    Rasa aman yang memadai
2.    Kemampuan menilai diri sendiri yang memadai
3.    Memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai dengna orang lain
4.    Mempunyai kontak dengan efisien dengan realitas
5.    Keinginan-keinginan jasmani yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya
6.    Mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar
7.    Kepribadian yang utuh dan konsisten
8.    Memiliki tujuan hidup yang wajar
9.    Kemampuan untuk belajar dari pengalaman
10.  Kemampuan memuaskan tuntutan kelompok
11.  Mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya
·         Carl Rogers menyebutnya dengan fully functioning (pribadi yang berfungsi sepenuhnya)
1.    Terbuka terhadap pengalaman
2.    Ada kehidupan pada dirinya
3.    Kepercayaan pada organismenya
4.    Kebebasan berpengalaman
5.    Kreativitas
·         Golden Allport (1950) menyebutnya dengan maturity personality
1.    Memiliki kepekaan pada diri secara luas
2.    Hangat dalam berhubungan dengan orang lain
3.    Keamanan emosional atau penerimaan diri
4.    Persepsi yang realistik, keterampilan dan pekerjaan
5.    Mampu menilai diri secara objeltif dan memahami humor
6.    Menyatunya filosofi hidup
·         Richard T. Kinnier (dalam Capuzzi & Gross, 1997)
1.    Menerima diri sebagaimana adanya (self-aceptance)
Pada umumnya, orang yang sehat mentalnya dapat menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya dan mempunyai self-esteem yang positif, tetapi jangan sampai berlebih-lebihan. Self-esteem merupakan essential component mengenai mental yang sehat (Allport, 1961; Maslow, 1970; Rogers, 1961 dalam Capuzzi & Gross, 1997). Self-esteem yang negatif dapat menimbulkan berbagai masalah sehingga keadaan mental kurang baik atau kurang sehat. Menerima keadaan diri sebagaimana adanya juga berarti menerima diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
2.    Mengerti tentang keadaan diri (self-knowledge)
Orang yang mentalnya sehat mengerti dengna baik tentang keadaan dirinya. Orang akan sadar, baik mengenai perasaannya, motivasinya, kemampuan berpikirnya, maupun aspek-aspek mentalnya yang lain.
3.    Self-confidence dan self control
Orang yang sehat mentalnya mempunyai percaya diri (self confidence) dan kontrol diri (self-control). Merek adapat independen bila diperlukan dan dapat pula asertif apabila yang bersangkutan ingin asertif. Mereka mempunyai internal focus of control. Merek adapat mengontrol dirinya dengan baik.
4.    A clear perception of reality
Orang yang sehat mentalnya mampu mengadakan persepsi keadaan realita secara baik. Orang dapat membedakan mana yang riil dan mana yang tidak. Orang yang demikian tidak mencampuradukkan anatara yang riil dengna yang tidak riil, bersifat objektif, dan selalu melihat realita seperti apa adanya.
5.    Balance and moderation
Orang yang mentalnya sehat mempunyai keseimbangan atau balance dalam kehidupannya. Mereka bekerja, tetapi juga istirahat atau main; menangis, tetapi juga tertawa; mementingkan diri (selfish), tetapi juga mementingkan sosial (altruistic); berpikir logis, tetapi juga intuitif, pada dasarnya, kehidupan mereka selalu dalam keadaan keseimbangan. Orang yang sehat mentalnya bersikap moderat, tidak ekstrim. Kalau bersikap ekstrim dapat menimbulkan masalah.
6.    Love of others
Orang yang sehat mentalnya akan menyayangi sesama manusia, mereka tidak mempunyai sikap permusuhan terhadap orang lain. Dengan demikian, mereka dapat diterima secara baik oleh orang-orang lain, tidak timbul permusuhan, suasana adanya kedamaian.
7.    Love of life
Orang yang sehat mentalnya akan menyayangi kehidupan yang dihadapi. Apa yang dihadapi dalam kehidupannya selalu diterima secara tulus dan penuh rasa sayang.
8.    Purpose in life
Orang yang sehat mentalnya menyadari dengan sepenuhnya tentang tujuan kehidupannya. Untuk apa dan ke arah mana kehidupannya disadari dengan sepenuhnya, tidak ada keragu-raguan dalam mengarungi kehidupannya.
·         Herber dan Runyon (1984), menyebutkan sejumlah prinsip-prinsip kesehatan mental, sebagai berikut:
1.    Sikap terhadap diri sendiri.
Mampu menerima diri sendiri apa adanya, memiliki identitas diri yang jelas, mampu menilai kelebihan dan kekurangan diri sendiri secara realistis.
2.    Persepsi terhadap realita
Pandangan yang realistis terhadap diri sendiri dan dunia sekitar yang meliputi orang lain maupun segala sesuatu.
3.    Integrasi
Kepribadian yang menyatu dan harmonis, bebas dari knflik-konflik batin yang mengakibatkan ketidakmampuan dan memiliki toleransi yang baik terhadap stres.
4.    Kompetensi
Mengembangkan keterampilan mendasar berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, emosional, dan sosial untuk dapat melakukan koping terhadap masalah-masalah kehidupan.
5.    Otonomi
Memiliki ketetapan diri yang kuat, bertanggung jawab, dan penentuan diri dan memiliki kebebasan yang cukup terhadap pengaruh sosial.
6.    Pertumbuhan dan aktualisasi diri
Mengembangkan kecenderungan ke arah peningkatan kematangan, pengembangan potensi, dan pemenuhan diri sebagai seorang pribadi.
7.    Relasi interpersonal
Kemampuan untuk membentuk dan memelihara relasi interpersonal yang intim.
8.    Tujuan hidup
Tidak terlalu kaku untuk mencapai kesempurnaan, tetapi membuat tujuan yang realistik dan masih di dalam kemampuan individu.
·         Altrocchi, 1980; Lehtinen, 1989, prinsip-prinsip kesehatan mental adalah sebagai berikut:
1.    Kesehatan mental adalah lebih dari tiadanya perilaku abnormal.
Prinsip ini menegaskan bahwa yang dikatakan sehat mentalnya tidak cukup kalau dikatakan sebagai orang yang tidak mengalami abnormalitas atau orang yang normal. Karena pendekatan statistik memberikan kelemahan pemahaman normalitas itu. Konsep kesehatan mental lebih bermakna positif ketimbang makna keadaan umum atau normalitas sebagaimana konsep statistik.
2.    Kesehatan mental adalah konsep yang ideal.
Prinsip ini menegaskan bahwa kesehatan mental menjadi tujuan yang amat tinggi bagi seseorang. Apalagi disadari bahwa kesehatan mental itubersifat kontinum. Jadi sedapat mungkin orang mendapatkan kondisi sehat yang paling optimal, dan berusaha terus untuk mencapai kondisi sehat yang setinggi-tingginya.
3.    Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup.
Prinsip ini menegaskan bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan oleh kesehatan mentalnya. Tidak mungkin membiarkan kesehatan mental seseorang untuk mencapai kualitas hidupnya , atau sebaliknyakualitas hidup seseorang dapat dikatakan meningkay jika juga terjadi peningkatan kesehatan mentalnya.
·         Siswanto, S.Psi., M.Si (2007)
1.    Bertingkah laku menurut norma-norma sosial yang diakui
2.    Mampu mengelola emosi
3.    Mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki
4.    Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan social
5.    Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya
6.    Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang
7.    Mampu belajar dari pengalaman
8.    Biasanya gembira.

C.   Paham-Paham Kesehatan Mental Dalam Ilmu Pengetahuan Modren Dan Keislaman
Kesehatan mental (mental hygiene) adalah ilmu meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta produr-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani (M. Bukhori: 13) Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dlam rohaninya atau hatinya selalu merasa tenang , aman dan tentram. (M. Bukhori: 5). Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, sosiologi dan agama. (M. Bukhori: 5).
Di dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikosomatik (kejiwabadanan). Dimaksud dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa dalam keadaan yang tak normal seperti susah, cemas, gelisah, maka badan turut menderita. Beberapa temuan di bidang kedokteran dijumpai sejumlah kasus yang membuktikan adanya hubungan tersebut, jiwa dan badan. Orang yang merasa takut langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air. Atau dalam keadaan kesal dan jengkel, perut terasa menjadin kembung. Itu semua merupakan cerminan adanya hubungan antara jiwa dan badan sebagai hubungan timbal balik, jika jiwa sehat badan segar dan badan sehat jiwa normal.
Di dalam kedokteran dikenal beberapa macam pengobatan antara lain dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sorot sinar, pijat dan lain sebagainya. Selain itu juga dikenal pengobatan tradisional seperti tusuk jarum (accupunetur), mandi uap, hingga cara pengobatan perdukunan. (KH. S. S. Djam’an: 11). Dalam hubunganya antara agama dan kesehatan mental.  Menurut Prof. Dr. Muhammad Mahmud Abd al-Kadir bahwa didalam tubuh manusia terdapat sembilan jenis kelenjar hormon yang memproduksi persenyawaan-persenyawaan kimia yang mempunyai pengaruh biokimia tertentu. Disalurkan melalui pembuluh darah dan selanjutnya memberi pengaruh kepada eksistensi dan berbagai kegiatan tubuh. Persenyawaan tersebut disebut hormon.
Lebih jauh Muhammad Mahmud Abd al-Kadir berkesimpulan bahwa segala bentuk gejala emosi seperti bahagia, emosi, rasa dendam, rasa marah, takut, berani, pengecut, cemas yang ada dalam diri manusia akibat dari pengaruh persenyawaan-persenyawaan kimia hormon, disamping  persenyawaan lainnya. Tetapi dalam kenyataannya kehidupan akal dan emosi manusia senantiasa berubah dari waktu ke waktu.
Karena itu selalu terjadi perubahan-perubahan kecil produksi hormon-hormon yang merupakan unsiur dasar dari kesadaran dan rasa hati manusia, tepatnya perasaannya, kata Abd al-Qadir. Tetapi jika terjadi perubahan yang terlampau lama, seperti panik, takut, sedih yang berlangsung lama, akan timbul perubahan-perubahan kimia lain yang akan mengakibatkan penyakit saraf kejiwaan. Hubungan penderita dengan dunia lluar terputus, akal ditutupi oleh waham dan hayal yang membawanya jauh dari kenyataan hidup normal.
Penderita selalu hidup dalam keadaan cemas dan murung, kebahagian hilang, penuh keraguan, takut, rasa berdosa, dengki dan rasa bersalah. Timbulnya penyakit emosi seperti itu akibat dari kegoncangan dan hilangnya keseimbangan kimia tubuh seseorang. Padahal tanpa diragukan, bila terjadi perubahan dalam proses pemikiran, akan terjadi perubahan kimia dan biologi tubuh.
Besar kecilnya perubahan itu tergantung dari kemampuan manusia menanggapi pengaruh itu. Kalau terjadi keseimbangan maka akan kembali menjadi normal, adapun pergeseran dari kondisi normal ke daerah yang berbahaya itu sangat tergantung dari derajat keimanan seseorang yang tersimpan dalam diri manusia disamping faktor susunan tubuh serta dalam atau dangkalnya rasa dan kesadaran manusia itu (Muhammad Mahmud Abd. al-Qadir, 1979)
Penemuan Muhammad Mahmud Abd. Al-Qadir seorang ulama dan ahli biokimia ini, setidak-tidaknya memberi bukti akan adanya hubungan antara keyakinan agama dengan kesehatan jiwa. Pengobatan penyakit batin melalui bantuan agama telah banyak dipraktekkan orang. Dengan adnya gerakan Chritian Science kenyataan seperti itu diperkuat oleh pengakuan ilmiah pula.
Dalam gerakan ini dilakukan pengobatan pasien melalui kerjasama antara dokter, psikiater dan ahli ilmu agama. Di sini tampak nilai manfaat dari ilmu jiwa agama. Ibnu al-Qayyim al-Jauzi (691-751) pernah mengemukakan itu sejak abad ke 7 hijrah. Menurutnya dokter yang tidak dapat memberikan pengobatan pasien tanpa memeriksa kejiwaannya dan tidak dapat memberikan pengobatan dengan berdasarkan perbuatan amal saleh, menghubungkan diri dengan Allah dan mengingat harti akhirat maka dokter tersebut bukanlah dokter dalam arti sebenarnya dan ia hanyalah dokter yang picik.
Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi (Allah). Sikap pasrah yang serupa itu di duga akan memberikan sikap optimis pada diri seseorang sehingga menuncul perasaan positif seperti bahagia, rasa senang, puas, sukses merasa dicintai atau rasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Maka dalam kondisi yang serupa itu manusia berada dalam keadaan tenang dan normal yang oleh Muhammad Mahmud Abd al-Qadir berada dalam keseimbangan persenyawaan kimia dan hormon tubuh. (Jalaluddin, 2001).
Berapa banyak orang yang berubah jalan hidup dan keyakinannya dalam waktu yang sangat pendek, dari seorang pejahat besar, tiba-tiba menjadi orang yang baik, rajin dan tekun beribadah seolah-olah ia dalam waktu yang sangat singkat dapat berubah menjadi orang lain sama sekali. Dan sebaliknya pun juga terjadi orang yang berubah dari patuh dan tunduk kepada agama menjadi orang yang suka lalai dan menentang agama.
Hubungan antara moral dan agama sebenarnya sangat erat, biasanya orang-orang yang mengerti agama dan rajin melaksanakan ajaran agama dalam hidupnya , moralnya dapat diperttanggung jawabkan. Sebaliknya orang-orang yang akhlaknya merosot, biasanya keyakinannya terhadap agama kurang atau tidak sama sekali. (Etty Kartikawati, dkk., 1997 :13).
Isalam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan meningkatkan kwalitas sumber daya manusia, sudah jelas dalam ajaran-ajarannya memiliki konsep kesehatan mental. Kerasulan Nabi Muhammad SAW kalau ditinjau dari segi kejiwaan bertujuan untuk mendidik dan mengajar manusia, membersihkan dan menyucikan jiwa dan akhlak, mengembangkan kehidupan etik, moral, dan mental-spritual manusia, sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-que’an surat Ali Imran ayat 164:
Artinya: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Dapat pula ditambahkan bahwa al-qur’an sebagai sumber utama ajaran islam adalah berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat, dan muu’izat, (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan peningkatan kwalitasnya sebagai yang ditegaskan oleh ayat-ayat berikut
a.    Surat Maryam ayat 9
Tuhan berfirman: "Demikianlah". Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah aku ciptakan kamu sebelum itu, Padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali".

b.    Surat Maryam ayat 82
Artinya: “Sekali-kali tidak. kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.”

c.    Surat Yunus ayat 57
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Berdasarkan kejelasan ayat-ayat di atas, dapat dikatakan semua misi dan tujuan dari ajaran Al-qur’an yang berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalat adalah bertujuan dan berperan bagi pengembangan sumber daya manusiayang berkwalitas dan berbahagia.
Oleh karena itu tidak mengherankan kalau ajaran agama Islam memiliki relevansi yang tinggi dengan masalah kebahagian dan kwalitas sumber daya manusia dalam segala aspek dan aktivitas kehidupannya.

2 komentar:

  1. lumayan juga tulisannya

    BalasHapus
  2. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus