Senin, 29 Oktober 2012

TAHAPAN PERKEMBANGAN


TAHAPAN PERKEMBANGAN
A.    Periodenisasi Berdasarkan Kelompok
Perkembangan anak pada periode-periode tertentu banyak dipersoalkan oleh para ahli, sebagian ada yang menilak penentuan periodesasi ini, karena dengan penggambaran ini seolah-olahtelah tersedia sejumlah daftar sifat-sifat dan keadaan tertentu dalam kotak-kotak yang sesuai dengan fase dan umur yang sedang dijalani anak.
Secara teoritis-konsepsional, penolakan adanya periodesasi dalam perkembangan adalah wajar, namun karena psikologi perkembangan di samping ia sebagai psikologi khusus tapi juga dapat dilihat sebagai ilmu yang praktis dimana harus dilihat data-data konkrit untuk dapat menerapkannya, maka penetapan perkembangan dalam periode-periode itu sukarlah dihindarkan.
Dalam pembuatan periodesasi perkembangan, ada beberapa pendapat para ahli yang pada garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga pandangan yaitu:
a.      Periodisasi yang Berdasarkan Biologis
Yang dimaksud dengan periodisasi berdasarkan biologis ialah para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuha biologis anak. Hal itu dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap perkembagan kejiwaan seorang anak.
Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh pra ahli diantaranya ialah:
·      Kretschmer
Ia membagi perkembangan anak menjadi 4 fase yaitu:
1.    Fullungsperiode 1, umur 0;0 – 3;0 tahun, pada masaini dalam keadaan pendek, gemuk, bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
2.    Streckungsperiode 1, umur 3;0 -7;0 tahun, kondisi badan anak tampak langsing(tidak begitu gemuk) biasanya sikap anak tertutup sukar bergaul, juga sukar didekati.
3.    Fullungsperiode II, umur 7;0 – 13;0 tahun, keadaan fisik anak kembali gemuk.
4.    Streckungsperiode II, umur 13;0 tahun, keadaan fisik anak kembali langsing.
·      Aristoteles
Ia merumuskan perkembangan anak dengan 3 fase perkembangan yakni:
1.    Fase I       umur 0;0 – 7;0 tahun disebut masa anak kecil, kegiatan anak waktu ini hanya bermain.
2.    Fase II      umur 7;0 – 14;0 tahun disebut masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak mulai belajar disekolah dasar.
3.    Fase III umur 14;0 – 21;0 tahun disebut masa remaja atau pubertas, masa ini adalah masa peralihan (transisi) dari anak menjadi orang dewasa.
Aristoteles menunjukkan bahwa, antara fase I dan fase II itu ditandai dengan adanya pergantian gigi, serta batas antara fase II dengan fase III ditandai dengan mulai bekerjanya atau berfungsinya organ kelengkapan kelamin.
·      Jesse feiring willams
Ia membagi perkembagan anak dengan :
1.    Masa nursery dan kindergarten umur 0;0 – 6;0 tahun
2.    Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga umur 6;0 – 10;0 tahun
3.    Masa cepat perkembangannya tubuh umur 10;0 – 14;0 tahun
4.    Masa adolesen umur 14;0 – 19;0 tahun, masa perubahan pola dan kepentingan kemampuan anak dengan cepat[1]
·      Elizabeth Hurlock
Mengemukakan penahapan perkembangan individu, yakni:
·      Tahap I     : Fase Prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.
·      Tahapan II            : Infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 tau 14 hari.
·      Tahapan III          : Babyhood (bayi), mulai dari dua minggu sampai usia 2 tahun.
·      Tahapan IV          : Childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja(puber).
·      Tahapan V            : Adolesence/puberty, mulai usia 11 atau 13 tahun sampai usia 21 tahun.
Ø Pre Adolesence, pada umumnya wanita usia 11-13 tahun sedangkan pria lebih lambat dari pada itu.
Ø Early Adolesence, pada usia 16-17 tahun.
Ø Late Adolesence, masa perkembangan yang terakhir sampai masa usia kuliah diperguruan tinggi.[2]
b.      Periodisasi yang Berdasarkan Didastis
Yang dimaksud dari tinjau ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
·      Dr. Maria Montessori
Ø Usia 1;0 – 7;0 masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indra.
Ø Usia 7;0 – 12;0 masa abstrak, dimana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan, mulai berfungsi perasaa etisnya yang bersumber dari kata hatinya. Dia mulai tahu akan kebutuhan orang lain.
Ø Usia 12;0 – 18;0 masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial.
Ø Usia 18;0 – 24 masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak (mahasiswa) akan realitas kepentingan dunia. Ia harus mampu berpikir secara jernih, jauh dari perbuatan tercela.[3]
·      Rosseau
Ø Tahap I: 0 – 2 tahun, usia asuhan
Ø Tahap II: 2 – 12 masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera
Ø Tahap III: 12 – 15 periode pendidikan akal
Ø Tahapan IV: 15 – 20 periode pendidikan watak dan pendidikan agama[4]
·      Pembagian menurut undang-undang pendidikan nasional
Ø Pendidikan tingkat kanak-kanak usia sampai 6 tahun
Ø Pendidikan dasar usia lebih kurang 6 – 15 tahun
Ø Pendidikan menengan usia lebih kurang 15 – 18 tahun
Ø Pendidikan tinggi usia lebih kurang 18 – 24 tahun[5]
c.       Periodisasi yang Berdasarkan Psikologis
Pada pembsgisn ini, para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang psikologis, mereka tidak mendasarkan pada sudut biologis atau didaktis lagi.Sehingga mengembalikan permasalah kejiwaan  dalam kedudukannya yang murni. Tokoh utama pembahasan ini adalah psikolog dari Jerman Oswald Kroh, yang nantinya Diikuti oleh para ahli lainnya baik dari Jerman itu sendiri maupun dari Negara-negara lain.
Ø  Kroh
Bahwa pada dasarnya perkembangan jiwa anak itu berjalan secara Evolutif. Dan pada umumnya proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mengalami kegoncangan(aktivitas revolusi), masa kegoncangan ini oleh Kroh disebutnya Trotz Periode, dan biasanya tiap anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yakni: Trotz I sekitar usia 03/04 tahun. Trotz II sekitar usia 12 tahun bagi putrid dan usia 13 tahun bagi putra.
Secara ringkas dapat kita gambarkan:
ü  Dari lahir hingga Trotz periode I disebut masa anak-anak awal(0-3/4 tahun)
ü  Dari Trotz periode I hingga Trotz periode II disebut masa keserasian bersekolah (3/4 – 12/13 tahun)
ü  Dari Trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan (12/13- 21 tahun)[6]
Ø  Pembagian Kohnstamm
ü  Periode vital (0-1 tahun), disebut juga masa menyusui
ü  Periode Estetis (1-6 tahun), disebut juga masa pencoba dan masa beramain
ü  Periode itelektual (6-12 tahun) disebut juga masa sekolah
ü  Periode sosial(12-21 tahun), disebut juga masa pemuda dan adolescence
ü  Periode manusia matang (21 tahun keatas), disebut juga masa dewasa[7]

Pranatal Menurut Persfektif Islam
Menurut perspektif Islam, kehidupan manusia telah dimulai pada saat sebelum lahir. Manusia memiliki ruh yang telah hidup sebelum saat kelahirannya di dunia. Ruh manusia ini ditiupkan malaikat masuk ke dalam jasmani manusia pada saat ia dalam kandung ibunya.
Jasmani manusia, yang menjadi wadah bagi ruh selama ia mengalami kehidupan duniawi, juga diciptakan Allah sesuai dengan ketentuannya. Al-Qur'an dan hadits banyak membahas tentang hal itu. Al-Qur'an bahkan merupakan satu-satunya kitab suci yang membahas tentang awal proses perkembangan pra kelahiran manusia di dalam perut ibu secara cukup rinci. Kemudian setelah peralatan kedokteran berkembang pesat, gambaran pra kelahiran ini terbukti secara empirik.
Diantara perkembangan yang teramat penting dalam kehidupan manusia ialah sewaktu dalam kandungan ibu (pre natal). Jangka waktu pre natal ialah tempo selepas persenyawaan sehingga bayi dilahirkan yaitu berlangsung kira-kira 266 hari selepas persenyawaan atau 280 hari dari pertama haid yang terakhir sebelum seseorang hamil. Yang dimaksud persenyawaan disini ialah proses dimana sperma dan ovum bersatu untuk membentuk satu sel yang disebut zigot.
Dalam salah satu ayat Al-Qur'an digambarkan bahwa Allah menempatkan bayi yang lemah pada awal perkembangannya di suatu tempat yang aman dan kokoh. Bayi dalam perut ibu dapat dikatakan berada dm tempat yang aman dan kokoh, yang memungkinkan untuk tumbuh dalam keadaan relatif aman dari serangan dunia luar, dengan asupan makanan yang terpenuhi dari ibunya. Yang dimaksud tempat yang aman dan kokoh tadi adalah rahim (uterus). Rahim merupakan ruang kosong yang berotot dan kuat dengan berat sekitar 50 gram. Struktur ini belum cukup untuk seorang bayi yang sedang berkembang. Dengan demikian, struktur rahim akan mengalami perubahan selama kehamilan. Ukuran rahim akan berkembang berangsur-angsur meningkat sampai 1.100 gram pada akhir kehamilan.[8]


[1] Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembngan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. Hal. 71-73
[2] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Hal. 21
[3] Op. cit, Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, Hal. 75
[4] Op. cit, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, Hal. 22
[5] Mubin Ani Cahyadi, psikologi Perkembangan, Ciputat: PT Ciputat Press Group, 2006. Hal. 58
[6] Loup. Cit, Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembngan,Hal. 76
[7] Op. cit, Mubin Ani Cahyadi, Psikologi Perkembangan,Hal. 59
[8] http://gudangmakalah.blogspot.com/search/label/agama%20islam

Kamis, 18 Oktober 2012

BEDAH MAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM


A. Pengertian Bedah Mayat
Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan.
Sedangkan secara terminologi bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.
Setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal.
Bedah mayat adalah suatu upaya tim dokter ahli untuk membedah mayat, karena ada suatu maksud atau kepentingan tertentu.
Jadi, bedah mayat tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang, walaupun hanya sekedar mengambil barang dari tubuh (perut) mayat itu. Sebab, manusia harus dihargai kendatipun ia sudah menjadi mayat. Apalagi yang ada hubungannya dengan ilmh pengetahuan dan penegakan hukum. 

B. Pembagian Bedah Maya 
Ditinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
a. Bedah Mayat Pendidikan
Ialah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan teori yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia (anatomi).
Praktek yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran untuk mengetahui seluk-beluk organ tubuh manusia. Agar bisa mendeteksi organ tubuh yang tidak normal dan terserang penyakit untuk mengobatinya sedini mungkin atau tujuan lainnya seperti untuk mengetahui penyebab kematiannya seiring maraknya dunia kriminal saat ini, dengan membedah jasad manusia.
Dari hal di atas maka timbullah pertanyaan besar “Apakah hal ini dibolehkan secara Syar’i atau tidak, bila yang dibedah adalah mayat muslim” karena praktek seperti ini hampir dilakukan di semua Fakultas Kedokteran.
Otopsi jenazah muslim untuk belajar ilmu kedokteran, Islam sebagai agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT telah menetapkan beberapa kaidah untuk menjawab permasalahan yang belum terjadi pada masa Rasulullah SAW diantara kaidah tersebut adalah “Apabila berbenturan dua kemashlahatan maka yang dilakukan yang paling banyak mashlahatnya, juga apabila berbenturan dua mufsadat maka dilakukan yang paling ringan mufsadatnya.”[1]
Tema penggunaan jenazah sebagai objek penelitian termasuk kasus baru yang jawabannya tidak dipandu langsung oleh Al-Qur’an dan hadits (nash). Padanan eksplisit dalam nash pun tidak dijumpai. Sehingga tidak bisa dipakai metode Qiyas (analogi). Kasus demikian, dalam kajian Fiqih, dicari solusinya dengan metode tarkhrij. Yakni, dicari analogi pada norma hukum yang dihasilkan lewat ijtihad karena tidak dipaparkan langsung oleh nash.
b.      Bedah Mayat Keilmuan
Ialah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum atau secara mendalam.
Sifat perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang tidak diketahui secara sempurna selama dia sakit.
Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah tersebut, sehingga kalau memang itu suatu wabah dan di khawatirkan akan menyebar bisa segera diambil tindakan preventif, demi kemashlahatan.
c.       Bedah Mayat Kehakiman
Yaitu bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi,  seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.
Bedah mayat semacam ini biasanya dilakukan atas permintaan pihak kepolisian atau kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang. Misalnya, karena tindak pidana kriminal atau kematian alamiah melalui visum dokter kehakiman (visum et reperthum) biasanya akan diperoleh penyebab sebenarnya, dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam menentukan hukuman yang akan dijatuhkan.
Jika sebelum divisum telah diketahui pelakunya, maka visum ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi. Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya dan jika bukan karena kematian secara alamiah maka bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa kematiannya bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-orang tertentu.
Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan adil diperlukan bukti-bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.

Kemungkinan terjadinya pembedahan mayat dapat disebabkan oleh :
1.      Untuk mengeluarkan janin
Pada prinsipnya ajaran Islam meberikan tuntunan pada umatnya agar selalu berijtihad dalam hal-hal yang tidak ada ditemukan nashnya dan sebagai landasannya adalah firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 78:Artinya:
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu kesempitan dalam agama …….
Untuk mengatasi kesulitan yang dialami manusia, harus menggunakan akal pikiran yang disebut dengan ijtihad dalam Islam, yang hasilnya untuk kemaslhatan umat dengan ketentuan, bahwa kemaslahatan umum lebih diutamakan dari kemaslhatan perorangan. Demikian juga halnya dengan kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan dari pada kemaslahatan orang mati. Hal ini berarti jani itu perlu untuk diselamatkan.
Dalam hal ini, Islam membolehkan membedah mayat yang di dalam rahimnya terdapat janin yang masih hidup. Urusan tersebut diserahkan kepada dokter ahli untuk melaksanakannya, dan merawat janin yang diselamatkan itu. Bahkan ada pendapat yang menagtakan, wajib hukumnya membedah mayat, bila diperkirakan dokter, janinnya masih hidup.
(http://khaerul-huda.blogspot.com/2011/11/perkembangan-ilmu-pengetahuan.html)
Bila seorang ibu meninggal dunia, dalam keadaan hamil, dan bayi yang dikandungnya masih dalam keadaan hidup. Dalam hal ini para ulama berselisih dalam menentukan hukumnya, apakah harus dibedah perut ibu atau tidak?
a.       Menurut Imam Malik dan Ahmad, mengatakan tidak boleh dibedah perut seorang ibu meskipun bayi yang dalam kandungannya masih hidup, namun dikeluarkan dengan cara diambil dari jalan Farji oleh tenaga medis.

b.      Sedangkan Menurut Imam Syafi’i, Ibnu Hazm dan sebagian ulama Malikyah mengatakan bahwa dalam keadaan seperti itu dibedah perut ibu demi keselamatan bayi dalam kandungannya.

c.       Menurut Ulama Syafi’I, bahwa jika yang meninggal adalah seorang perempuan dan didalam perutnya ditemukan janin yang masih hidup, maka perut perempuan itu dibedah dalam keadaan darurat, maka pembedahan ini boleh dilakukan kalau ada harapan janin itu untuk hidup atau berumur 6 bulan keatas. Jika kurang dari 6 bulan tidak ada harapan untuk hidup, maka pembedahan itu haram dilakukan. Hal ini didasarkan sabda Nabi yang artinya: “Sesuatu yang diperbolehkan karena, hanya boleh dilakukan sekedarnya saja.”

d.     Menurut Mazhab Maliki perut mayat tidak boleh dibedah. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa memecah tulang mayat sama haramnya dengan memecah tulang manusia yang hidup. (H.R. Abu Daud dari Aisyah binti Abu Bakar). Seiring dengan kewajiban terhadap mayat, yakni memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan sebagai penghormatan bagi mayat.
e.      Ulama Mazhab Hanafi sependapat dengan Mazhab Syafi’i. Bahwa, jika ada sesuatu yang bergerak dan diduga yang bergerak itu adalah janin yang masih hidup, maka perut ibu boleh dibedah demi membela kehormatan yang masih hidup.
Senada dengan pendapat ini menurut Syekh Yusuf Dajwi (guru besar hukum Islam Mesir) mengatakan bahwa “bedah mayat itu merupakan darurat pada keadaan tertentu, seperti kematian yang diduga karena pembunuhan sehingga pembunuh sesungguhnya dapat diketahui.”

2.      Untuk mengeluarkan benda berharga dalam perut mayat.
Dalam kitab fiqih, diantaranya kitab fiqih sebagian Mazhab Maliki dan umumnya Mazhab Syafi’i, disebutkan bahwa “apabila seseorang pada masa hidupnya sempat menelan uang logam (koin), maka ketika ia meninggal perutnya dibedah untuk mengeluarkan uang logam tersebut.” Ukuran uang logam yang dikeluarkan tersebut lebih kurang bernilai ¼ dinar, atau 3 dirham (satu dinar = 4,5 gram emas, jadi ¼ dinar =1,125 gram emas).
Nuruddin Atr (ahli hadits dari Syriah) mengatakan bahwa “jika sekedar mengeluarkan uang logam dari perut mayat dibolehkan, maka membedah mayat untuk mengetahui sebab kematiannya dan kepentingan ilmu kesehatan lebih diutamakan lagi, karena kepentingannya jauh lebih besar dari pada sekedar pembedahan untuk mengeluarkan uang logam yang tertelan itu.”
Ketidakbolehan sebagaimana yang tertuang dalam hadits riwayat Abu Daud diatas merupakan keharaman secara umum tanpa ada tujuan yang bermanfaat. Akan tetapi, berdasarkan kebutuhan darurat, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kepintaran pelaku kriminal untuk alibi dalam satu pembunuhan, maka secara medis perlu dilakukan pembedahan mayat, hal ini menurut Hasan M. Makhluf termasuk kepada kaidah fikih yang mengatakan “segala sesuatu yang membawa kesempurnaan yang wajib, maka hukumnya wajib pula.”

3.      Menegakkan Kepentingan Penegakkan Hukum
Peralatan modern kadang-kadang sulit juga membuktikan sebab-sebab kematian seseorang dengan hanya penyelidikan dari luar tubuh mayat. Kesulitan tersebut, cukup menjadi alasan untuk membolehkan membedah mayat sebagai bahan penyelidikan, karena sangat diperlukan dalam penegakkan hukum, dan sesuai dengan kaidah fiqhiyyah : “Tidak haram bila darurat dan tidak makruh karena hajat.”
Apabila penegak hukum tidak mau mengusut kejahatan, karena yang dianiaya sudah meninggal dunia, lalu takut mengadakan pengusutan dengan cara pembedahan mayat, maka berarti dia memberi jalan kepada penjahat untuk tidak takut beraksi. Hukum harus ditegakkan meskipun harus dengan jalan melakukan bedah mayat dan pembongkaran kuburan untuk pencapaian keadilan.

4.      Memperhatikan Kepentingan Pendidikan dan Keilmuan
Diantara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran ialah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek langsung terhadap manusia. Otopsi menurut teori kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat yang amat penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan ilmunya kelak.
Sekiranya mayat itu diperlukan sebagai sarana penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia.
Pembedahan mayat tidak boleh dilakukan secara berulang-ulang, karena mayat hendaknya segera dikuburkan bukan untuk dipamerkan.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: “Percepatlah mengantar jenazah ke kuburnya. Bila dia seorang yang shaleh maka kebaikanlah yang kamu hantarkan kepadanya dan dia kebalikannya, maka sesuatu keburukan yang kamu tanggalkan dari beban lehermu.” (HR. Bukhari).
Di antara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran ialah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek langsung terhadap manusia. Otopsi menurut teori kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat yang amat penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan ilmunya kelak.
Sekiranya mayat itu memang diperlukan sabagai sarana penelitian untuk mangembangkan ilmu kedokteran, maka menerut hukum Islam, hal ini dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia.[2]


C. Hukum Bedah Mayat 
Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa mar (ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam Surat Funssilat Ayat 53 yang berbunyi :Artinya:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Pengertian dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.
Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang Artinya:
“Setiap yang bernyawa itu akan mengalami mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra’ Ayat 70 Artinya:
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”

Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang dimiliki manusia terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak mungkin dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya diperlukan orang yang ahli dibidang tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya.
Seperti: orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda).
Hadits ini juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang Artinya:
“Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara di pengadilan. 


D. Pandangan Ulama Tentang Bedah Mayat 
Dalam menentukan hukum bedah mayat, tidak sama pendapat para ulama, sebagaimana terlihat para uraian berikut:
a.       Imam Ahmad bin Hambali
Seorang yang sedang hamil dan kemudian dia meninggal dunia, maka perutnya tidak boleh, kecuali sudah diyakini benar, bahwa janin itu masih hidup.

b.      Imam Syafi’i
Jika seorang hamil, kemudian dia meinggal dunia, dan ternyata janinnya masih hidup, maka perutnya boleh dibedah untuk mengeluartkan janinnya. Begitu juga hukumnya, kalau dalam perut si mayat itu ada barang yang berharga.

c.       Imam Malik
Seorang yang meninggal dunia dan di dalam perutnya ada barang berharga, maka mayat itu harus di bedah, baik barang itu milik sendiri maupun milik orang lain. Tetapi tidak perlu (tidak boleh dibedah), kalau hanya untuk mengeuarkan janin yang diperkirakan masih hidup.
d.      Imam Hanafi
Seandainya diperkirakan janin masih hidup, maka perutnya wajib dibedah untuk mengeluarkan janin itu.[3] 
Kalau kita perhatikan pendapat para Imam Mujtahiddi atas jelas, bahwa yang disinggung hanya dua masalah saja, yaitu penyelamatan janin dan menggeluarkan benda yang berharga dari perut si mayat. Mengenai bedah mayat untuk kepentingan penegakan hokum dan kepentingan pendidikan dan penelitian tidak dibicarakan dan tidak disinggung sama sekali. Hal ini disebabkan, karena masalah tersebut tidak terpikirkan oleh mereka dan belum ada tuntutan yang memerlukan pemecahan dengan segera. Masalah yang dihadapi maih sederhana, tidak seperti sekarang.  
Organ tubuh dalam hukum Islam menyangkut manusia hidup karena terkait dengan jiwa. Sejauh ini belum ada aturan tentang donasi tubuh manusia setelah meninggal, karena itu boleh dilakukan. Apalagi tujuan donasi adalah untuk menyelamatakan jiwa manusia. Hal ini dihargai dan dinilai sebagai amal jariah.
Izin penggunaan mayat bisa diberikan oleh pemilik saat masih hidup atau izin keluarga jika telah meninggal. Untuk mayat yang tak teridentifikasi, izin diberikan oleh pemerintah.
Hal senada dikemukakan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurutnya, sesungguhnya tidak perlu ada kekhawatiran jika mendonorkan tubuh maka tubuh menjadi tidak lengkap saat menghadap Tuhan.
“Saat seseorang meninggal dunia, jiwanya meninggalkan tubuh untuk menghadap Tuhan, sedang tubuh hancur bersama tanah. Jika disumbangkan untuk riset dan pendidikan yang bermanfaat bagi kemanusiaan, si pemilik akan mendapat pahala,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia dr. Agus Purwadianto, SpF, SH, Msi, Indonesia telah memiliki peraturan dan fatwa mengenai bedah mayat, antara lain Fatwa Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ Kementerian Kesehatan No 4/1955, yang menyatakan bedah mayat hukumnya mubah (tidak diharamkan dan tidak dihalalkan).
Dalam Fatwa No 5/1957 dijelaskan tata cara penggunaan mayat untuk kepentingan pendidikan. Selain itu, ada Peraturan Pemerintah No 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia (ATK). (http://downloadmakalahgratis.blogspot.com/2011/02/bedah-mayat.html)


[1]Qawa’id Faqhiyah Syeikh As Sa’di hal.45-48.
[2] Mahmud Kamal, Op. Cit., hlm.471
[3] Imam As-Suyuthi, Al-Asybah Wan Nazhaair, (Beirut : Darul Fikri). dalam (http://khaerul-huda.blogspot.com/2011/11/perkembangan-ilmu-pengetahuan.html)