Segengam emas dalam pituah. Secarik kertas dalam lingkaran. Adakah kita bertanya akan waktu yang terlewati? Entah bagaimana semua mengalir begitu saja. Ya, begitu saja. Sampai pada masa aku bahkan tak lagi ingin bertanya bagaimana semua bisa kembali? Kata apa yang dapat kita bagi? Makna apa yang dapat dipahami? Entahlah, semua berjalan begitu saja.
Apa kita pernah melihat bumi ini diam? Jelas aku tak paham apa maksud dari kata itu. Semua semu dan mungkin terlalu sederhana. Sesederhana hati yang mungkin tidak pernah tahu bagaimana ia bergerak. Selemah melody siang ini. Semua bagai tanda tanya yang tiada ada makna. Mengapa kita harus ada?
Keadaaan. Ya, itulah salah satu alasan yang dapat dibagi. Biarkan saja seperti itu. Karena memang disanalah posisinya. Sampai kapan? Sampai ia siap mengambang dalam cerita. Sampai mereka berhasil memecah sunyi itu. Jangan segan, karena semua telah berjalan.
Hadir? Apakah itu sebuah tanya? Apa yang kau harapkan lagi? Sebuah jawaban atau sebuah harapan? Entahlah, lalui saja. Semua baik-baik saja dengan cara yang sudah ada. Bergegaslah!
Belajar Berkarya-Maxwell
kehidupan itu memang keras dan penuh dengan tantangan, maka hadapilah dengan penuh kehati-hatian.
Minggu, 14 Januari 2018
Rabu, 08 Oktober 2014
11 Semester Drop-Out
Waktu bukan halangan ketika tekad telah bulat. Agama mengajarkan segala hal diawali dengan niat. Kata Niat dalam bahasa Arab berarti mengingini sesuatu dan bertekad hati untuk mendapatkannya. Kesungguh-sungguhan menjadi kunci sukses dalam mencapai tujuan. Demikian pula halnya dengan perkuliahan. Sebelumnya, mahasiswa masih bisa kuliah maksimal 7 tahun atau 14 semester, dengan peraturan baru pemerintah, mahasiswa S1 didorong untuk menyelesaikan kuliahnya tepat waktu dalam waktu maksimal 5 tahun. Peraturan baru pemerintah ini dituangkan dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Beban belajar 144 SKS harus diselesaikan mahasiswa dalam 4-5 tahun atau 8-10 semester. Bila sampai 5 tahun tidak kunjung lulus, mahasiswa terancam di drop-out (DO).
Dalam
upaya menerapkan sistem pendidikan serta memodifikasi tuntutan kebijakan
kelulusan Strata 1 tentu memiliki dampak positif dan negatif. Terkait kebijakan
pemrintah tentang beban belajar 144 SKS harus diselesaikan mahasiswa dalam 4-5
tahun atau 8-10 semester tentu menimbulkan pro dan kontra. Jika dilihat dari
segi sarana dan prasarana serta mutu pendidikan yang diberikan oleh
masing-masing perguruan tinggi tentu akan berbeda. Bagi perguruan tinggi yang
tidak mampu melengkapi sarana dan prasarana serta mutu pendidikan yang rendah
maka hal ini dapat menjadi pemicu dalam bentuk penolakan terhadap Permendikbud
no. 49 tahun 2014 tersebut.
Mahasiswa
sebagai agen perubahan (agent of change),
mahasiswa dituntut bersifat kritis. Diperlukan implementasi yang nyata. Sebagai
kekuatan moral, masyarakat akan memandang tingkah laku, perkataan, cara
berpakaian, cara bersikap, dan sebagainya yang berhubungan dengan moral sebagai
acuan dasar mereka dalam berperilaku. Di sinilah mahasiswa harus di tuntut ke
intelektualannya dalam kekuatan moralnya di masyarakat.
Mahasiswa
yang cerdas tidak hanya sekedar aktif secara akademik, melainkan juga dapat
menyesuaikan diri dengan non akademik. Bagi sebagian mahasiswa mungkin akan
memiliki penilaian tentang peraturan tersebut akan menjadi batu penghalang bagi
mereka dalam menyelesaikan studi dengan tetap aktif dalam organisasi. Akan
tetapi semua itu tidak selalu benar. Banyak juga diantara mereka yang mampu
berkarya dalam kurun waktu yang singkat.
Ketika
seseorang telah memasuki dunia perkuliahan, dan kemudian menyandang status sebagai
“mahasiswa” tentu sudah semestinya ia memiliki cerminan diri. Artinya telah ada
apa yang akan menjadi targetnya. Hal ini memang tidak akan langsung dapat
dipahami dari seorang siswa yang baru menjadi mahasiswa. Perubahan status sudah
seharusnya diikuti dengan perubahan pola pikir.
Waktu
sebenarnya menjadi kunci bagi kita dalam menjalani segalanya. Demikian juga
dengan perkulihan, ketika telah ada waktu yang dibatasi tentu kita harus
memiliki target yang jelas. Sebagian akan perpendapat bahwa waktu yang dibatasi
dari 14 semester dan kemudian menjadi 10 semester akan menjadi penghalang dalam
dunia organisasi dan berkarya di luar akademiknya. Sebenarnya hal ini dapat
dibantah dengan target yang sesungguhnya. Jelas, mahasiswa yang cerdas adalah
ia yang mampu memperjuangkan diri dengan baik bukan dari segi akademik saja
melainkan juga dari non-akademik.
Kurangnya
sarana dan prasarana akan mempersulit
mhasiswa dalam menyelsaikan studi perkullihannya karena banyak aspek-aspek yang
dapat menggagalkan studi perkuliahan. Adapun mahasiswa yang tidak mampu dengan
cepat menyelesaikan studinya mungkin mengalami beberapa faktor, seperti
kurangnya motivasi dari keluarga dan perekonomian. Akan tetapi, untuk seorang
yang memiliki target yang jelas dan tekad yang kuat hal ini dapat ia bantah,
masalah perekonomian dapat diatasi dengan banyaknya beasiswa yang telah
disediakan oleh pemerintah. Sedangkan lingkungan yang tidak mendukung dapat
divariasikan dengan kemaun untuk mencari diluar tempat ia bernaung. Seperti
pepatah mengatakan dimana ada kemauan di
sana ada jalan.
Mahasiswa
tidak hanya sekedar kuliah, duduk dalam rungan mendengarkan dosen, melainkan
juga mampu melahirkan karya diluar akademinya. Organisasi menajdi salah satu
tawaran untuk dapat berkarya. Seorang aktivis mahasiswa sudah sepatutnya
memberikan contoh, memperlihatkan bagaimana ia menngatur waktu dan
mengseimbangkan antara tuntutan perkuliahan dengan tuntutan lapangan.
Mahasiswa
hari ini memiliki kecenderungan untuk sekedar melihat tanpa mengkritisi. Hal
demikian sebenarnya telah memperlihatkan bahwa ia sendiri belum mampu menjadi
mahasiswa. Mahasiswa diharapkan menjadi
manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya
dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu
merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri
bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan
pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu
kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya
merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi
mereka yang memiliki kesempatan.
Mereka
memiliki peranan yang sangat penting sekali, baik itu peranannya yang berkaitan
dengan dirinya sendiri ataupun kaitannya dengan lingkungan di sekitarnya.
Secara umum peranan dari seorang mahasiswa adalah belajar, mengikuti ujian yang
telah ditetapkan pihak kampus, berprestasi akademik dan non akademik, dan masih banyak lagi. Selain peranan-peranan
yang berkaitan erat dengan dirinya, ada juga peranan-peranan yang bersangkutan
dengan lingkungann sekitar. Di antaranya adalah bahwa seorang mahasiswa dituntut
untuk bisa meluangkan waktunya untuk masyarakat dikala dibutuhkan. Misalnya,
pada saat masyaraka menghadapi kebijakan dari pemerintah (penguasa) yang
nyatanya kebijakan tersebut sering merugikan masyarakat, di situlah peran
mahasiswa sangat dinantikan. Kiprah dan sepak terjang mahasiswa diperhitungkan.
Apabila mahasiswa tidak bisa menghendaki apa-apa yang dibutuhkan masyarakat
maka peran mahasiswa saat itu pula perlu dipertanyakan.
Ketika seorang mahasiswa dituntut untuk mampu
menjadi agen perubahan, maka tidak bisa kita lepaskan dari peranan lain dari
mahasiswa yaitu mahasiswa sebagai harapan bangsa. Sering kita mendengar sebuah
pepatah bahwa seorang pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang.
Hal itu akan mengindikasikan bahwa seorang pemuda, khusunya seorang mahasiswa,
akan menjadi tulang punggung suatu negara. Kalaulah pemuda pada saat ini tidak
berkualitas, maka siap-siap saja suatu saat nanti kita akan mempunyai seorang
pemimpin yang tidak berkualitas pula. Akan tetapi jika saat ini kondisi
pemudanya mempunyai kualitas yang tinggi, maka kelak kita akan mempunyai
seorang pemimpin yang berkualitas pula. Di sinilah peran mahasiswa yang
sesungguhnya, dimana seorang mahasiswa harus mampu membina dirinya sendiri demi
terciptanya kepribadian yang berkualitas. Dan pada akhirnya akan menjanjikan
lahirnya seorang pemimpin yang mempunyai kualitas yang diperhitungkan di masa
yang akan datang.
Sabtu, 31 Mei 2014
19-1-25-1-14-7
Sayang, kau sangat dingin sekali malam ini. Mengapa? Apa aku begitu hangat untuk dapat kau peluk? Apa aku terlalu beku untuk dapat resapi? atau Aku begitu hambar untuk dapat kau kecup? Telalu cepat aku menangis dipundakmu sayang.
Aku sepi. Aku takut, takut untuk dapat kembali pada selimut itu. Bagai mawar penuh duri kau curi dan kau tikam hatiku. Kau lepas dan aku hanya membisu kemudian merdeka. Siapa? Siapa aku sayang? Terlalu cepat aku tersenyum pada keadaan ini sayang.
Sayang, di mana kau senmbunyikan cinta itu? Bukankah sebelumnya aku telah menanamkan pada tanah nan gersang kemudian tetap memberi pupuk agar tetap bertahan tanpa layu? Banar, kau memang benar. Semua sudah terlanjur hilang.
Aku sepi. Aku takut, takut untuk dapat kembali pada selimut itu. Bagai mawar penuh duri kau curi dan kau tikam hatiku. Kau lepas dan aku hanya membisu kemudian merdeka. Siapa? Siapa aku sayang? Terlalu cepat aku tersenyum pada keadaan ini sayang.
Sayang, di mana kau senmbunyikan cinta itu? Bukankah sebelumnya aku telah menanamkan pada tanah nan gersang kemudian tetap memberi pupuk agar tetap bertahan tanpa layu? Banar, kau memang benar. Semua sudah terlanjur hilang.
Rabu, 15 Januari 2014
MOTIVASI SEMBUH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA
Memahami pengertian health yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “kesehatan” (Echols & Shadily, 1981) tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Freund (1991) dengan mengutip The International Dictionary of Medicine and Biology, mendefenisikan kesehatan sebagai “suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagiannya, yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit”, juga sampai pada kesimpulan mengenai kesehatan sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah satu ciri kalau organisme disebut sehat. (Siswanto, 2007: 14)
Sehat adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi
tubuh, dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya (Parnkins, 1983).
Sedangkan WHO (1974) mendefenisikan sehat merupakan keadaan yang sempurna dari
fisik, mental, sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
(Nasrul Efendi, 1998: 157)
Dengan demikian secara sadar setiap manusia tentulah menginginkan keadaan
yang demikian karena sehat menjadi impian setiap orang. Kesehatan merupakan
sesuatu yang mahal dan berharga di dunia ini, akan tetapi bagaimana bila
seseorang dinyatakan menderita penyakit, tidak tanggung-tanggung penyakit
kronis yang dapat menyebabkan kematian.
Segala penyakit yang ada hanya Allah-lah yang dapat menyembuhkannya,
sebagaimna firman Allah SWT. dalam surat as-Syu’araa ayat 80:
#sÎ)ur àMôÊÌtB
uqßgsù
ÉúüÏÿô±o ÇÑÉÈ
Artinya: “Dan apabila Aku sakit, dialah yang
menyembuhkan aku.”
Adapun maksud
ayat di atas ialah keyakinan kita bahwa hanya Allah-lah yang dapat menyembuhkan
kita. Dalam kesehatan rohani Islam konselor berkewajiban untuk menjelaskan hal
demikian, sebagai bentuk motivasi intrinsik dalam membantu kesembuhan kliennya.
Sembuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sembuh secara psikologis
dan sosial. Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang penyakit muncul
tanpa kita inginkan kedatangannya, apa lagi jika itu penyakit kronis, seperti
kanker payudara. Sakit adalah suatu keadaan tidak normal/sehat. Secara
sederhana, sakit-atau dapat pula disebut penyakit-merupakan suatu keadaan yang
berada di luar batas normal. (Ns. Asmadi, 2008: 28)
Sakit kronis adalah keadaan sakit yang berlagsung lama, sakit yang tidak
berakhir sekitar tiga bulan bisa dikatan sebagai kronis. Yaitu penyebab
penderitaan panjang bagi orang yang sakit dan biasanya menyebabkan banyak
masalah bagi anggota keluarga yang mungkin harus mengobati dan merawatnya.
Biasanya sakit kronis menghalangi penderita untuk dapat hidup normal, dan juga
dapat merusak masa depan dan kematian. (Adi Heru, 1993: 57)
Secara emosional, seseorang dapat menjadi begitu hancur
bila terkena sakit, karena kesejehteraan mental kebanyakan orang awam
didasarkan pada ilusi tidak dapat sakit. Sakit, terutama sakit berat,
menghancurkan ilusi tersebut, menyerang anggapan dunia pribadi yang aman dan
sejahtera.
Pada sakit kanker dan penderitaan kronis lainnya memang
tidak dapat dipahami secara pendekatan skema-kognitif semata, tetapi persoalannya
menjadi semakin kompleks manakala sistem medis mengabaikan potensi dan reaksi
emosional pasien. Tidak adanya kepedulian pada realitas emosi si pasien berarti
tidak menghiraukan bukti-bukti yang semakin menumpuk yang menunjukkan bahwa
keadaan emosi dapat memainkan peran yang kadang-kadang amat berarti dalam
mengatasi kekhawatiran terhadap penyakit dan dalam arah menuju kesembuhan.
Dengan demikian, penyakit kronis merupakan suatu keadaan sakit yang
mengakibat terhalang atau terhambatnya langkah seseorang atau individu dalam
melakukan kegiatan kesehariannya. Salah satu penyakit kronis yang mematikan
yang dapat mengakibatakan stress berkepanjangan adalah kanker payudara.
Kanker payudara adalah kanker ganas yang menyerang jaringan payudara,
merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita, meskipun berdasarkan
penemuan terakhir kaum pria pun bisa terkena kanker payudara ini, walau pun
masih sangat jarang terjadi. Prognosis kanker payudara tergantung pada tingkat
pertumbuhannya.
Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker kedua paling banyak
diderita kaum wanita, setelah kanker mulut/leher rahim. Kanker payudara umumnya
menyerang wanita yang telah berumur lebih dari 40 tahun. Namun demikian, wanita
muda pun bisa terserang kanker ini. (Endang Purwoastuti, 2008: 13)
Berdasarkan hasil observasi Kamis (10/04/13), penulis dapat sedikit
gambaran tentang keadaan pasien penderita kanker payudara di Rumah Sakit Yarsi
Ibnu Sina Padang, bahwa perlu adanya motivasi sembuh bagi pasien tersebut.
Motivasi ini tidak hanya dari lingkungan atau bersifat ekstrinsik semata,
melainkan juga datang dari dalam diri pasien atau penderita penyakit kanker itu
sendiri.
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku
tertentu yang terarah kepada satu tujuan tertentu. Di mana motivasi mempunyai
karateristik (1) sebagai hasil dari kebutuhan, (2) terarah pada satu tujuan,
(3) menompang perilaku. (Mohammad Surya, 2003: 99).
Ahya Azhari dalam (Sudirman, 1992: 86-88) membagi motivasi menjadi dua
bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
adalah motivasi yang berasal dari dalam diri individu. Hal-hal yang dapat
menimbulkan motivasi itrinsik antara lain yaitu: adanya kebutuhan, adanya
pengetahuan tentang dirinya sendiri, adanya cita-cita.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah segala sesuatu yang datang dari luar
diri individu. (Ramayulis, 1998: 171) Menurut Soetomo (1993: 34), motivasi
ekstrinsik ialah dorongan yang datang dari luar diri individu, yang dapat
menggerakan semangat dan keinginan dari diri individu itu sendiri.
Untuk penderita kanker payudara di RS. Ibnu Sina Padang sendiri jelas
pasien tersebut membutuhkan hal yang demikian, sebagai bentuk penyemangat dalam
menjalani hari-harinya, terutama bagi pasien yang telah mengalami operasi
pengangkatan payudaranya. Hal ini dikarena pasien mengalami guncangan yang
lumayan hebat karena ada perasaan canggung dari diri pasien.
Adapun yang dimaksud dengan peserta didik di sini ialah pasien penderita
kanker payudara di RS. Yarsi Ibnu Sina Padang. Di mana pasien akan menerima
pembelajaran dalam artian memotivasi agar ia mampu terlepas dari krisis percaya
dirinya. Sebagaimana tergambar dalam dampak-dampak dari penyakit kanker
payudara itu sendiri.
Mc. Donald mengatakan bahwa motivasi adalah perubahan energy dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling
dan di dahulii dengan tanggapan terhadap adanya tanggapan. Dari pengertian yang dikemukan oleh Mc.
Donald, terdapat tiga elemen penting yaitu:
a.
Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada
diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa
perubahan energi di dalam system “neourophysiological” yang ada pada organisme
manusia, karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul
dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyakut kegiatan fisik manusia.
b.
Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini
motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang
dapat menentukan tingkah laku manusia.
c.
Motivasi akan diransang karena adanya tujuan. Jadi
motivasi dalam hal ini sebenarnya mrupakan respon dari satu aksi, yakni tujuan.
Motivasi memang muncuk dari dalam diri manusia, tetapi munculnya karena
teransang atau terdorong oleh danya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.
Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. (Sulaiman, 1992: 72)
Dengan demikian motivasi merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya
motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energy yang ada dalam diri
manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan kejiwaan, perasaan, emosi,
yang kemudian bertindak melakukan sesuatu. Semua itu didorong karena adanya
tujuan, kebutuhan dan keinginan.
Sehingga motivasi terbagi kedalam dua kategori, yaitu motivasi intrinsic
yang berasal dari dalam diri individu dan motivasi ekstrinsik yang datang
karena adanya dorongan dari luar diri individu tersebut.
Motivasi ekstrinsik yang dimaksud ialah motivasi yang diberikan oleh
konselor rohani islam, tim medis yang terdiri dari dokter spesialis dan perawat
yang ada di RS. Yarsi Ibnu Sina Padang. Sedangkan yang dimasud dengan motivasi
intrinsik ialah motivasi yang berasal dari diri pasien penderita kanker payudara
yang ada di RS. Tersebut.
Berdasarkan pernyataan dari salah seorang konselor rohani Islam di RS.
Yarsi Ibnu Sina Padang, bahwa untuk kesembuhan itu perlu adanya motivasi.
Motivasi yang dimaksud bukan hanya motivasi yang bersal dari luar (ekstrinsik)
tetapi juga dari dalam diri pasien (intrinsik).
Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dengan mengangkat judul “Motivasi
Sembuh Bagi Penderita Kanker Payudara Di Rumah Sakit Yarsi Ibnu Sina Padang”.
Jumat, 29 Maret 2013
SIKAP DAN PERILAKU SOSIAL
A.
Perbedaan
Sikap dan Perilaku
Menurut
Bimo Walgito dalam bukunya Psikologi Sosial suatu pengantar:
Psikologi
merupakan ilmu tentang prilaku atau aktivitas-aktivitas individu
(Branca,1994;Morgan,dkk) Prilaku atau aktivitas-aktivitas tersebut dalam
pengertian yang luas, yaitu prilaku yang menampak (over behavior) dan prilaku
yang tidak menampak(inner behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut
di samping aktivitas motorik yang termasuk aktivitas emosional dan kognitif.
Sebagaimana
diketahui perilaku atau aktiviats yang
ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya,tetapi
sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan
baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun demikian, sebagian
terbesar dari perilaku arganisme itu sebagai respon terhadap stimulus
eksternal. Ada ahli yang memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap
stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu atau
organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya, hubungan stimulus dan
respon seakan-akan bersifat mekanistis. Pandangan semaca ini umumnya merupakan pandangan yang bersifat
behavioritis.
Berbeda
dengan pandangan kaum behavioris adalah pandangan dari aliran kognitif, yaitu
yang memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun dalam
diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini
berarti individu dalam keadaan aktif dalam menentukan perilaku yang diambilmya(psikologi
social, prof. Dr. Bimo Walgito).
Menurut
Sarlito Warawan Sarwono, dalam bukunya Psikologi sosial:
Walaupun
sikap merupakan salah satu pokok bahasan
yang penting dalam psikologi sosial, para pakar tidak selalu sepakat
tentang definisinya:
1. Attitude
is a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something or
someone, exhibitted in one’s belief. Feelings or intended behavior(Myers, 1996).
Myers menyatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi nilai yang bisa disukai atau
tidak disukai untuk melindungi sesuatu atau seseorang, yang ditunjukan dalam
perasaan atau keinginan bersikap.
2. An attitude
is a disposition to respond favourably or unfavourably to an object, person,
institution or event(Azjen, 1998). Sedangkan Azjen menyatakan sebuah sikap
adalah sebuah kecenderungan untuk merespon secara suka atau tidak suka
kepada sebuah objek, orang, lembaga atau
kejadian.
3. Attitude
is a psichologycal tendency that is expressed by evaluating a particular entity
with some degree of favour or disfavour (Eagly and Chaiken, 1997). Mereka
berpendapat bahwa adalah sebuah kecenderungan psikologi yang diekspresikan
dengan penilaian sebuah identitas tertentu dengan beberapa tingkatan yang
disukai atau tidak disukai.
Dari
devinisi-definisi tersebut, tampak bahwa meskipun ada perbedaan, semua sependapat
bahwa ciri khas dari sikap adalah:
1. Mempunyai
objek tertentu(orang, prilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya)
2. Mengandung
penilaian(setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka)(Sarlito Wirawan
Sarwono)
Dikutip
dalam internet: perbedaan terletak pada proses terjadinya dan penerapan dari
konsep tentang sifat ini. Mengenai proses terjadinya sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap adalah
suatu yang dipelajari(bukan bawaan). Oleh karena itu sikap sikap lebih bisa
untuk dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwodarminto pengertian sikap adalah
perbuatan yang didasari oleh keyakinan berdasarkan norma-norma yang ada di
masyarakat dan biasanya norma agama. Namun demikian perbuatan yang akan
dilakukan manusia biasanya tergantung pada apa permasalahannya serta
benar-benar berdasarkan keyakinan atau keprcayaanny masing-masing.
Ada
tiga macam sikap, yaitu:
1. Negatif
: isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya
dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa. Conth PKI atau orang-orang yang
beraliran komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru merdeka.
2. Positif
: isi ajarannya ditolak, namun penganutnya diterima serta dihargai. Contoh Anda beragama Islam wajib menolak agama lain didasari oleh
keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusiannya Anda
hargai.
3. Ekumenis
: isi ajaran serta penganutny dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat
unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan keprcayaan
sendiri. Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen
tetapi berbeda aliran atau paham.
Sikap
merupakan pengalaman subjektif, asumsi ini menjadi dasar untuk devinisi-devinisi
pada umumnya, meskipun beberapa penulis terutama Bem(1967), menganggap bahwa
berbagai pernyataan seseorang mengenai sikapnya merupakan kesimpulan dari
pengamatannya atas prilakunya sendiri.(ini dipaparkan dalam buku Alex
sobur,Psikologi umum).
B.
Pengertian
perilaku
Pisikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia atau human behavior. Bentuk
tingkah laku manusia adalah segala aktivitas, perbuatan dan penampilan diri
sepanjang hidupnya. Bentuk tingkah laku manusia adalah aktivitas individu
dengan relasinya dalam lingkungannya behavior(tingkah laku) adalah reaksi
total, motor, dan kalenjer yang digerikan sewaktu organisme kepada sesuatu
situasi yang dihadapi(Veithzal Rivai, kepemimpinan dan perilaku Organisasi).
Setelah
lama membangun teori dan dilakukan penelitian, disepakati bahwa prerilaku
adalah:
1.
Prilaku adalah akibat
Contoh:seseorang yang akan dipecat dari perusahaan
akan bekerja keras mencari lowongan kerja untuk mempertahankan hidupnya.
2.
Perilaku diarahkan oleh tujuan
Contoh:seorang manager melihat tingkah efektifitas
kerja bawahannya rendah karena pendidikannya yang rendah maka diperlukan
pelatihan atau kursus untuk meningkatkan produktifitasnya.
3.
Perilaku yang diamati bisa diukur
Contoh:membuat laporan, menyusun program
4.
Perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati
Contoh:berpikir
5.
Perilaku dimotivasi atau didorong
Contoh:seseorang akan termotivasi
dengan adanya sesuatu yang lebih baik.
Jadi
dapat kita simpulkan, bahwa perilaku menghasilkan sikap dalam arti kata
perilaku adalah sesuatu sifat yang ada dalam diri kita yang melahirkan sikap.
C.
Teori
Pembentukan Sikap
Dalam
hal ini yang saya temukan hanyalah “pembentukan dan perubahan sikap”. Sikap
setiap orang sama dalam perkembangannya, tetapi berbeda dalam
pembentukannya(Krech, Crutchfield, dan Ballachey, 1965) hal ini meyebabkan
adanya perbedaan sikap seseorang individu dengan sikap temannya, familinya, dan
tetangganya. Banyak hal yang harus kita ketahui untuk mengetahui karakteristik
sikap. Umpamaannya, jika kita meramalkan tingkah laku seseorang dalam waktu
tertentu atau jika kita ingin mengontrol tindakannya, kita harus mengetahui
cara sikap itu berkembang dan berubah.
Ada
berbagai faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sikap seseorang:
1. Adanya
akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama
2. Pengamatan
terhadap sikap lain yang berbeda. Seseorang dapat menentukan sikap pro atau
anti terhadap gejala tertentu.
3. Pengalaman
baik atau buruk yang dialaminya.
4. Hasil
peniruan terhadap sikap lain(secara sadar atau tidak sadar).(ini dalam buku
Alex Sobr, Psikologi Umum)
Dalam
pandangan Krech, perubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik sistem
sikap, kepribadian individu, dan aviliasi individu terhadap kelompok.
D.
Teori
Perilaku dan Jenis Perilaku
Telah
dipaparkan di depan bahwa perilaku manusia tidak dapat lepas dari adanya
individu itu sendiri dan lingkungn dimana individu itu berperilaku manusia
didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Dalam hal ini
ada beberapa teori, diantara teori-teori tersebut dapat dikemukakan:
1.
Teori insting
Teori
ini dikemukakan oleh Mc. Dougal sebagai pelopor dari psikologi sosial yang
menerbitkan buku psikologi sosial pertama kali. Menurutnya, perilaku itu
disebakan oleh insting. Mc. Dougal mengajukan suatu daftar insting, insting
merupakan suatu innate, perilaku bawaan dan insting akan mengalami perubahan
karena pengalaman.
2.
Teori dorongan(drive theory)
Teori
ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai
dorongan-dorongan.
3.
Teori insentif
Teori
ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena
adanya insentif-insentif. Dengan insentiv akan mendorong organisme berbuat atau
berperilaku.
4.
Teori atribusi
Teori
ini menjelaskan tentang sebab-sebab prilaku seseorang.
5.
Teori kognitif
Apabila
seseorang harus memilih perilaku mana yang harus dilakukan, maka yang
bersangkutan akan memilih alternative karena akan membawa manfaat yang
sebesar-besarnya.
E.
Kesesuaian
Sikap dan Perilaku
Adanya
ketidaksamaan antara sikap dan perilaku, sudah diketahui oleh para pakar sejak
lama. Hartshorne and May (1928) misalnya, menemukan bahwa kecurangan dalam
hubungan dalam situasi tertentu(mencontek ulangan) belum tentu berkorelasi
dengan kecurangan dalam situasi yang lain(misalnya, berbohong kepada teman di
luar kelas).
Penelitian
yang dilakukan oleh bagian psikologi sosial, fakultas psikologi Universitas
Indonesia dikalangan sejumlah ibu dan balita di Jakarta, menunjukan bahwa sikap
mereka terhadap pengobatan dengan oralit bagi anak-anak mereka yang menderita
muntah berat adalah positif. Akan tetapi, pada saat kejadian yang sesungguhnya
mereka akan menggunakan pengobatan tradisioanal(Sarwono dkk, 1989 dan 1990).
Karena
banyak penelitian membuktikan bahwa sikap tidak meramalkan perilaku, pendapat
bahwa psikologi tidak perlu digunakan konsep sikap(sebagai faktor internal atau
laten) tetapi langsung saja teliti perilakunya(pernyataan Wicker,1969 dalam
buku Sarlito Wirawan)
Hubungan
dengan hasil penelitian yang kontradiktif(Warner dan Defleur) mengemukakan tiga
postulat, untuk mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap
dan perilaku, yaitu:
1.
Postulat konsistensi
Postulat
konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk yang cukup akurat
untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada
suat objek sikap.
2.
Postulat Variasi independent
Postulat
Variasi independent menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa
sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten.
3.
Postulat konsistensi tergantung
Postulat
konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat
ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu.
Tampaknya
postulat terakhir ini adalah postulat yang paling masuk akal dan paling berguna
menjelaskan hubungan sikap dengan perilaku.
Didalam
buku karangan Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, dalam buku Pengantar Umum Psikologi
F.
Proses
pembentukan dan perubahan sikap
Sikap
dapat terbentuk atau berubah melalui 4 macam cara:
1.
Adopsi
Kejadian-kejadian
dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus,
lama-kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi
terbentuknya suatu sikap.
2.
Diferensiasi
Dengan
berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya
usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang
tersendiri lepas dari jenisnya.
3.
Integrasi
Pembentukan
sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan satu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai
hal tersebut.
4. Trauma
Pengalaman
yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang
yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Walgito, Bimo.2003. Psikologi Social Suatu Pengantar, Yogyakarta:
Andi Yogyakarta
Sarwono, Sarlito Wrawan.2002. Psikologi Social. Jakarta Balai
Pustaka
http;//www.google.co.id/search
client=firefox-a&rls=org.mozilla%3aen-
Sobur ,Alex .2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Rivai,Veithzal.2004. Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi. Jakarta:
PT Remaja Grafindo Persada.
Langganan:
Postingan (Atom)