Minggu, 14 Januari 2018

HADIR

Segengam emas dalam pituah. Secarik kertas dalam lingkaran. Adakah kita bertanya akan waktu yang terlewati? Entah bagaimana semua mengalir begitu saja. Ya, begitu saja. Sampai pada masa aku bahkan tak lagi ingin bertanya bagaimana semua bisa kembali? Kata apa yang dapat kita bagi? Makna apa yang dapat dipahami? Entahlah, semua berjalan begitu saja.

Apa kita pernah melihat bumi ini diam? Jelas aku tak paham apa maksud dari kata itu. Semua semu dan mungkin terlalu sederhana. Sesederhana hati yang mungkin tidak pernah tahu bagaimana ia bergerak. Selemah melody siang ini. Semua bagai tanda tanya yang tiada ada makna. Mengapa kita harus ada?

Keadaaan. Ya, itulah salah satu alasan yang dapat dibagi. Biarkan saja seperti itu. Karena memang disanalah posisinya. Sampai kapan? Sampai ia siap mengambang dalam cerita. Sampai mereka berhasil memecah sunyi itu. Jangan segan, karena semua telah berjalan.

Hadir? Apakah itu sebuah tanya? Apa yang kau harapkan lagi? Sebuah jawaban atau sebuah harapan? Entahlah, lalui saja. Semua baik-baik saja dengan cara yang sudah ada. Bergegaslah!

Rabu, 08 Oktober 2014

11 Semester Drop-Out


Waktu bukan halangan ketika tekad telah bulat. Agama mengajarkan segala hal diawali dengan niat. Kata Niat dalam bahasa Arab berarti mengingini sesuatu dan bertekad hati untuk mendapatkannya. Kesungguh-sungguhan menjadi kunci sukses dalam mencapai tujuan. Demikian pula halnya dengan perkuliahan. Sebelumnya, mahasiswa  masih bisa kuliah maksimal 7 tahun atau 14 semester, dengan peraturan baru pemerintah, mahasiswa S1 didorong untuk menyelesaikan kuliahnya tepat waktu dalam waktu maksimal 5 tahun.  Peraturan baru pemerintah ini dituangkan dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Beban belajar 144 SKS harus diselesaikan mahasiswa dalam 4-5 tahun atau 8-10 semester. Bila sampai 5 tahun tidak kunjung lulus, mahasiswa terancam di drop-out (DO).

Dalam upaya menerapkan sistem pendidikan serta memodifikasi tuntutan kebijakan kelulusan Strata 1 tentu memiliki dampak positif dan negatif. Terkait kebijakan pemrintah tentang beban belajar 144 SKS harus diselesaikan mahasiswa dalam 4-5 tahun atau 8-10 semester tentu menimbulkan pro dan kontra. Jika dilihat dari segi sarana dan prasarana serta mutu pendidikan yang diberikan oleh masing-masing perguruan tinggi tentu akan berbeda. Bagi perguruan tinggi yang tidak mampu melengkapi sarana dan prasarana serta mutu pendidikan yang rendah maka hal ini dapat menjadi pemicu dalam bentuk penolakan terhadap Permendikbud no. 49 tahun 2014 tersebut.

Mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa dituntut bersifat kritis. Diperlukan implementasi yang nyata. Sebagai kekuatan moral, masyarakat akan memandang tingkah laku, perkataan, cara berpakaian, cara bersikap, dan sebagainya yang berhubungan dengan moral sebagai acuan dasar mereka dalam berperilaku. Di sinilah mahasiswa harus di tuntut ke intelektualannya dalam kekuatan moralnya di masyarakat.

Mahasiswa yang cerdas tidak hanya sekedar aktif secara akademik, melainkan juga dapat menyesuaikan diri dengan non akademik. Bagi sebagian mahasiswa mungkin akan memiliki penilaian tentang peraturan tersebut akan menjadi batu penghalang bagi mereka dalam menyelesaikan studi dengan tetap aktif dalam organisasi. Akan tetapi semua itu tidak selalu benar. Banyak juga diantara mereka yang mampu berkarya dalam kurun waktu yang singkat.

Ketika seseorang telah memasuki dunia perkuliahan, dan kemudian menyandang status sebagai “mahasiswa” tentu sudah semestinya ia memiliki cerminan diri. Artinya telah ada apa yang akan menjadi targetnya. Hal ini memang tidak akan langsung dapat dipahami dari seorang siswa yang baru menjadi mahasiswa. Perubahan status sudah seharusnya diikuti dengan perubahan pola pikir.

Waktu sebenarnya menjadi kunci bagi kita dalam menjalani segalanya. Demikian juga dengan perkulihan, ketika telah ada waktu yang dibatasi tentu kita harus memiliki target yang jelas. Sebagian akan perpendapat bahwa waktu yang dibatasi dari 14 semester dan kemudian menjadi 10 semester akan menjadi penghalang dalam dunia organisasi dan berkarya di luar akademiknya. Sebenarnya hal ini dapat dibantah dengan target yang sesungguhnya. Jelas, mahasiswa yang cerdas adalah ia yang mampu memperjuangkan diri dengan baik bukan dari segi akademik saja melainkan juga dari non-akademik.

Kurangnya sarana dan prasarana akan  mempersulit mhasiswa dalam menyelsaikan studi perkullihannya karena banyak aspek-aspek yang dapat menggagalkan studi perkuliahan. Adapun mahasiswa yang tidak mampu dengan cepat menyelesaikan studinya mungkin mengalami beberapa faktor, seperti kurangnya motivasi dari keluarga dan perekonomian. Akan tetapi, untuk seorang yang memiliki target yang jelas dan tekad yang kuat hal ini dapat ia bantah, masalah perekonomian dapat diatasi dengan banyaknya beasiswa yang telah disediakan oleh pemerintah. Sedangkan lingkungan yang tidak mendukung dapat divariasikan dengan kemaun untuk mencari diluar tempat ia bernaung. Seperti pepatah mengatakan dimana ada kemauan di sana ada jalan.

Mahasiswa tidak hanya sekedar kuliah, duduk dalam rungan mendengarkan dosen, melainkan juga mampu melahirkan karya diluar akademinya. Organisasi menajdi salah satu tawaran untuk dapat berkarya. Seorang aktivis mahasiswa sudah sepatutnya memberikan contoh, memperlihatkan bagaimana ia menngatur waktu dan mengseimbangkan antara tuntutan perkuliahan dengan tuntutan lapangan.

Mahasiswa hari ini memiliki kecenderungan untuk sekedar melihat tanpa mengkritisi. Hal demikian sebenarnya telah memperlihatkan bahwa ia sendiri belum mampu menjadi mahasiswa.  Mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.

Mereka memiliki peranan yang sangat penting sekali, baik itu peranannya yang berkaitan dengan dirinya sendiri ataupun kaitannya dengan lingkungan di sekitarnya. Secara umum peranan dari seorang mahasiswa adalah belajar, mengikuti ujian yang telah ditetapkan pihak kampus, berprestasi akademik dan non akademik, dan  masih banyak lagi. Selain peranan-peranan yang berkaitan erat dengan dirinya, ada juga peranan-peranan yang bersangkutan dengan lingkungann sekitar. Di antaranya adalah bahwa seorang mahasiswa dituntut untuk bisa meluangkan waktunya untuk masyarakat dikala dibutuhkan. Misalnya, pada saat masyaraka menghadapi kebijakan dari pemerintah (penguasa) yang nyatanya kebijakan tersebut sering merugikan masyarakat, di situlah peran mahasiswa sangat dinantikan. Kiprah dan sepak terjang mahasiswa diperhitungkan. Apabila mahasiswa tidak bisa menghendaki apa-apa yang dibutuhkan masyarakat maka peran mahasiswa saat itu pula perlu dipertanyakan.

Ketika seorang mahasiswa dituntut untuk mampu menjadi agen perubahan, maka tidak bisa kita lepaskan dari peranan lain dari mahasiswa yaitu mahasiswa sebagai harapan bangsa. Sering kita mendengar sebuah pepatah bahwa seorang pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang. Hal itu akan mengindikasikan bahwa seorang pemuda, khusunya seorang mahasiswa, akan menjadi tulang punggung suatu negara. Kalaulah pemuda pada saat ini tidak berkualitas, maka siap-siap saja suatu saat nanti kita akan mempunyai seorang pemimpin yang tidak berkualitas pula. Akan tetapi jika saat ini kondisi pemudanya mempunyai kualitas yang tinggi, maka kelak kita akan mempunyai seorang pemimpin yang berkualitas pula. Di sinilah peran mahasiswa yang sesungguhnya, dimana seorang mahasiswa harus mampu membina dirinya sendiri demi terciptanya kepribadian yang berkualitas. Dan pada akhirnya akan menjanjikan lahirnya seorang pemimpin yang mempunyai kualitas yang diperhitungkan di masa yang akan datang.

Sabtu, 31 Mei 2014

19-1-25-1-14-7

Sayang, kau sangat dingin sekali malam ini. Mengapa? Apa aku begitu hangat untuk dapat kau peluk? Apa aku terlalu beku untuk dapat resapi? atau Aku begitu hambar untuk dapat kau kecup? Telalu cepat aku menangis dipundakmu sayang.

Aku sepi. Aku takut, takut untuk dapat kembali pada selimut itu. Bagai mawar penuh duri kau curi dan kau tikam hatiku. Kau lepas dan aku hanya membisu kemudian merdeka. Siapa? Siapa aku sayang? Terlalu cepat aku tersenyum pada keadaan ini sayang.

Sayang, di mana kau senmbunyikan cinta itu? Bukankah sebelumnya aku telah menanamkan pada tanah nan gersang kemudian tetap memberi pupuk agar tetap bertahan tanpa layu? Banar, kau memang benar. Semua sudah terlanjur hilang.

Rabu, 15 Januari 2014

MOTIVASI SEMBUH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA


Memahami pengertian health yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “kesehatan” (Echols & Shadily, 1981) tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Freund (1991) dengan mengutip The International Dictionary of Medicine and Biology, mendefenisikan kesehatan sebagai “suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagiannya, yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit”, juga sampai pada kesimpulan mengenai kesehatan sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah satu ciri kalau organisme disebut sehat. (Siswanto, 2007: 14)
Sehat adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh, dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya (Parnkins, 1983). Sedangkan WHO (1974) mendefenisikan sehat merupakan keadaan yang sempurna dari fisik, mental, sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. (Nasrul Efendi, 1998: 157)
Dengan demikian secara sadar setiap manusia tentulah menginginkan keadaan yang demikian karena sehat menjadi impian setiap orang. Kesehatan merupakan sesuatu yang mahal dan berharga di dunia ini, akan tetapi bagaimana bila seseorang dinyatakan menderita penyakit, tidak tanggung-tanggung penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian.
Segala penyakit yang ada hanya Allah-lah yang dapat menyembuhkannya, sebagaimna firman Allah SWT. dalam surat as-Syu’araa ayat 80:
#sŒÎ)ur àMôÊ̍tB uqßgsù ÉúüÏÿô±o ÇÑÉÈ
Artinya: “Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku.”
Adapun maksud ayat di atas ialah keyakinan kita bahwa hanya Allah-lah yang dapat menyembuhkan kita. Dalam kesehatan rohani Islam konselor berkewajiban untuk menjelaskan hal demikian, sebagai bentuk motivasi intrinsik dalam membantu kesembuhan kliennya.
Sembuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sembuh secara psikologis dan sosial. Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang penyakit muncul tanpa kita inginkan kedatangannya, apa lagi jika itu penyakit kronis, seperti kanker payudara. Sakit adalah suatu keadaan tidak normal/sehat. Secara sederhana, sakit-atau dapat pula disebut penyakit-merupakan suatu keadaan yang berada di luar batas normal. (Ns. Asmadi, 2008: 28)
Sakit kronis adalah keadaan sakit yang berlagsung lama, sakit yang tidak berakhir sekitar tiga bulan bisa dikatan sebagai kronis. Yaitu penyebab penderitaan panjang bagi orang yang sakit dan biasanya menyebabkan banyak masalah bagi anggota keluarga yang mungkin harus mengobati dan merawatnya. Biasanya sakit kronis menghalangi penderita untuk dapat hidup normal, dan juga dapat merusak masa depan dan kematian. (Adi Heru, 1993: 57)
Secara emosional, seseorang dapat menjadi begitu hancur bila terkena sakit, karena kesejehteraan mental kebanyakan orang awam didasarkan pada ilusi tidak dapat sakit. Sakit, terutama sakit berat, menghancurkan ilusi tersebut, menyerang anggapan dunia pribadi yang aman dan sejahtera.
Pada sakit kanker dan penderitaan kronis lainnya memang tidak dapat dipahami secara pendekatan skema-kognitif semata, tetapi persoalannya menjadi semakin kompleks manakala sistem medis mengabaikan potensi dan reaksi emosional pasien. Tidak adanya kepedulian pada realitas emosi si pasien berarti tidak menghiraukan bukti-bukti yang semakin menumpuk yang menunjukkan bahwa keadaan emosi dapat memainkan peran yang kadang-kadang amat berarti dalam mengatasi kekhawatiran terhadap penyakit dan dalam arah menuju kesembuhan.
Dengan demikian, penyakit kronis merupakan suatu keadaan sakit yang mengakibat terhalang atau terhambatnya langkah seseorang atau individu dalam melakukan kegiatan kesehariannya. Salah satu penyakit kronis yang mematikan yang dapat mengakibatakan stress berkepanjangan adalah kanker payudara.
Kanker payudara adalah kanker ganas yang menyerang jaringan payudara, merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita, meskipun berdasarkan penemuan terakhir kaum pria pun bisa terkena kanker payudara ini, walau pun masih sangat jarang terjadi. Prognosis kanker payudara tergantung pada tingkat pertumbuhannya.
Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker kedua paling banyak diderita kaum wanita, setelah kanker mulut/leher rahim. Kanker payudara umumnya menyerang wanita yang telah berumur lebih dari 40 tahun. Namun demikian, wanita muda pun bisa terserang kanker ini. (Endang Purwoastuti, 2008: 13)
Berdasarkan hasil observasi Kamis (10/04/13), penulis dapat sedikit gambaran tentang keadaan pasien penderita kanker payudara di Rumah Sakit Yarsi Ibnu Sina Padang, bahwa perlu adanya motivasi sembuh bagi pasien tersebut. Motivasi ini tidak hanya dari lingkungan atau bersifat ekstrinsik semata, melainkan juga datang dari dalam diri pasien atau penderita penyakit kanker itu sendiri.
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada satu tujuan tertentu. Di mana motivasi mempunyai karateristik (1) sebagai hasil dari kebutuhan, (2) terarah pada satu tujuan, (3) menompang perilaku. (Mohammad Surya, 2003: 99).
Ahya Azhari dalam (Sudirman, 1992: 86-88) membagi motivasi menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri individu. Hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi itrinsik antara lain yaitu: adanya kebutuhan, adanya pengetahuan tentang dirinya sendiri, adanya cita-cita.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah segala sesuatu yang datang dari luar diri individu. (Ramayulis, 1998: 171) Menurut Soetomo (1993: 34), motivasi ekstrinsik ialah dorongan yang datang dari luar diri individu, yang dapat menggerakan semangat dan keinginan dari diri individu itu sendiri.
Untuk penderita kanker payudara di RS. Ibnu Sina Padang sendiri jelas pasien tersebut membutuhkan hal yang demikian, sebagai bentuk penyemangat dalam menjalani hari-harinya, terutama bagi pasien yang telah mengalami operasi pengangkatan payudaranya. Hal ini dikarena pasien mengalami guncangan yang lumayan hebat karena ada perasaan canggung dari diri pasien.
Adapun yang dimaksud dengan peserta didik di sini ialah pasien penderita kanker payudara di RS. Yarsi Ibnu Sina Padang. Di mana pasien akan menerima pembelajaran dalam artian memotivasi agar ia mampu terlepas dari krisis percaya dirinya. Sebagaimana tergambar dalam dampak-dampak dari penyakit kanker payudara itu sendiri.
Mc. Donald mengatakan bahwa motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan di dahulii dengan tanggapan terhadap adanya tanggapan.  Dari pengertian yang dikemukan oleh Mc. Donald, terdapat tiga elemen penting yaitu:
a.       Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam system “neourophysiological” yang ada pada organisme manusia, karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyakut kegiatan fisik manusia.
b.      Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
c.       Motivasi akan diransang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya mrupakan respon dari satu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncuk dari dalam diri manusia, tetapi munculnya karena teransang atau terdorong oleh danya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. (Sulaiman, 1992: 72)

Dengan demikian motivasi merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energy yang ada dalam diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan kejiwaan, perasaan, emosi, yang kemudian bertindak melakukan sesuatu. Semua itu didorong karena adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan.
Sehingga motivasi terbagi kedalam dua kategori, yaitu motivasi intrinsic yang berasal dari dalam diri individu dan motivasi ekstrinsik yang datang karena adanya dorongan dari luar diri individu tersebut.
Motivasi ekstrinsik yang dimaksud ialah motivasi yang diberikan oleh konselor rohani islam, tim medis yang terdiri dari dokter spesialis dan perawat yang ada di RS. Yarsi Ibnu Sina Padang. Sedangkan yang dimasud dengan motivasi intrinsik ialah motivasi yang berasal dari diri pasien penderita kanker payudara yang ada di RS. Tersebut.
Berdasarkan pernyataan dari salah seorang konselor rohani Islam di RS. Yarsi Ibnu Sina Padang, bahwa untuk kesembuhan itu perlu adanya motivasi. Motivasi yang dimaksud bukan hanya motivasi yang bersal dari luar (ekstrinsik) tetapi juga dari dalam diri pasien (intrinsik).
Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengangkat judul “Motivasi Sembuh Bagi Penderita Kanker Payudara Di Rumah Sakit Yarsi Ibnu Sina Padang”.

Jumat, 29 Maret 2013

SIKAP DAN PERILAKU SOSIAL


 A.    Perbedaan Sikap dan Perilaku
Menurut Bimo Walgito dalam bukunya Psikologi Sosial suatu pengantar:
Psikologi merupakan ilmu tentang prilaku atau aktivitas-aktivitas individu (Branca,1994;Morgan,dkk) Prilaku atau aktivitas-aktivitas tersebut dalam pengertian yang luas, yaitu prilaku yang menampak (over behavior) dan prilaku yang tidak menampak(inner behavior), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut di samping aktivitas motorik yang termasuk aktivitas emosional dan kognitif.
Sebagaimana diketahui perilaku  atau aktiviats yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya,tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun demikian, sebagian terbesar dari perilaku arganisme itu sebagai respon terhadap stimulus eksternal. Ada ahli yang memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk  menentukan perilakunya, hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis. Pandangan semaca ini  umumnya merupakan pandangan yang bersifat behavioritis.
Berbeda dengan pandangan kaum behavioris adalah pandangan dari aliran kognitif, yaitu yang memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti individu dalam keadaan aktif dalam menentukan perilaku yang diambilmya(psikologi social, prof. Dr. Bimo Walgito).
Menurut Sarlito Warawan Sarwono, dalam bukunya Psikologi sosial:
Walaupun sikap merupakan salah satu pokok bahasan  yang penting dalam psikologi sosial, para pakar tidak selalu sepakat tentang definisinya:
1.      Attitude is a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something or someone, exhibitted in one’s belief. Feelings or intended behavior(Myers, 1996). Myers menyatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi nilai yang bisa disukai atau tidak disukai untuk melindungi sesuatu atau seseorang, yang ditunjukan dalam perasaan atau keinginan bersikap.

2.      An attitude is a disposition to respond favourably or unfavourably to an object, person, institution or event(Azjen, 1998). Sedangkan Azjen menyatakan sebuah sikap adalah sebuah kecenderungan untuk merespon secara suka atau tidak suka kepada  sebuah objek, orang, lembaga atau kejadian.

3.      Attitude is a psichologycal tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favour or disfavour (Eagly and Chaiken, 1997). Mereka berpendapat bahwa adalah sebuah kecenderungan psikologi yang diekspresikan dengan penilaian sebuah identitas tertentu dengan beberapa tingkatan yang disukai atau tidak disukai.

Dari devinisi-definisi tersebut, tampak bahwa meskipun ada perbedaan, semua sependapat bahwa ciri khas dari sikap adalah:
1.      Mempunyai objek tertentu(orang, prilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya)
2.      Mengandung penilaian(setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka)(Sarlito Wirawan Sarwono)

Dikutip dalam internet: perbedaan terletak pada proses terjadinya dan penerapan dari konsep tentang sifat ini. Mengenai proses terjadinya  sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap adalah suatu yang dipelajari(bukan bawaan). Oleh karena itu sikap sikap lebih bisa untuk dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwodarminto pengertian sikap adalah perbuatan yang didasari oleh keyakinan berdasarkan norma-norma yang ada di masyarakat dan biasanya norma agama. Namun demikian perbuatan yang akan dilakukan manusia biasanya tergantung pada apa permasalahannya serta benar-benar berdasarkan keyakinan atau keprcayaanny masing-masing.
Ada tiga macam sikap, yaitu:
1.      Negatif : isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa. Conth PKI atau orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru merdeka.

2.      Positif : isi ajarannya ditolak, namun penganutnya diterima serta dihargai. Contoh  Anda beragama Islam  wajib menolak agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusiannya Anda hargai.

3.      Ekumenis : isi ajaran serta penganutny dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan keprcayaan sendiri. Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham.

Sikap merupakan pengalaman subjektif, asumsi ini menjadi dasar untuk devinisi-devinisi pada umumnya, meskipun beberapa penulis terutama Bem(1967), menganggap bahwa berbagai pernyataan seseorang mengenai sikapnya merupakan kesimpulan dari pengamatannya atas prilakunya sendiri.(ini dipaparkan dalam buku Alex sobur,Psikologi umum).

B.     Pengertian perilaku
Pisikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia atau human behavior. Bentuk tingkah laku manusia adalah segala aktivitas, perbuatan dan penampilan diri sepanjang hidupnya. Bentuk tingkah laku manusia adalah aktivitas individu dengan relasinya dalam lingkungannya behavior(tingkah laku) adalah reaksi total, motor, dan kalenjer yang digerikan sewaktu organisme kepada sesuatu situasi yang dihadapi(Veithzal Rivai, kepemimpinan dan perilaku Organisasi).
Setelah lama membangun teori dan dilakukan penelitian, disepakati bahwa prerilaku adalah:
1.      Prilaku adalah akibat
Contoh:seseorang yang akan dipecat dari perusahaan akan bekerja keras mencari lowongan kerja untuk mempertahankan hidupnya.
2.      Perilaku diarahkan oleh tujuan
Contoh:seorang manager melihat tingkah efektifitas kerja bawahannya rendah karena pendidikannya yang rendah maka diperlukan pelatihan atau kursus untuk meningkatkan produktifitasnya.
3.      Perilaku yang diamati bisa diukur
Contoh:membuat laporan, menyusun program
4.      Perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati
Contoh:berpikir
5.      Perilaku dimotivasi atau didorong
Contoh:seseorang akan termotivasi dengan adanya sesuatu yang lebih baik.

Jadi dapat kita simpulkan, bahwa perilaku menghasilkan sikap dalam arti kata perilaku adalah sesuatu sifat yang ada dalam diri kita yang melahirkan sikap.

C.    Teori Pembentukan Sikap
Dalam hal ini yang saya temukan hanyalah “pembentukan dan perubahan sikap”. Sikap setiap orang sama dalam perkembangannya, tetapi berbeda dalam pembentukannya(Krech, Crutchfield, dan Ballachey, 1965) hal ini meyebabkan adanya perbedaan sikap seseorang individu dengan sikap temannya, familinya, dan tetangganya. Banyak hal yang harus kita ketahui untuk mengetahui karakteristik sikap. Umpamaannya, jika kita meramalkan tingkah laku seseorang dalam waktu tertentu atau jika kita ingin mengontrol tindakannya, kita harus mengetahui cara sikap itu berkembang dan berubah.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sikap seseorang:
1.      Adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama
2.      Pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda. Seseorang dapat menentukan sikap pro atau anti terhadap gejala tertentu.
3.      Pengalaman baik atau buruk yang dialaminya.
4.      Hasil peniruan terhadap sikap lain(secara sadar atau tidak sadar).(ini dalam buku Alex Sobr, Psikologi Umum)

Dalam pandangan Krech, perubahan suatu sikap bergantung pada karakteristik sistem sikap, kepribadian individu, dan aviliasi individu terhadap kelompok.

D.    Teori Perilaku dan Jenis Perilaku
Telah dipaparkan di depan bahwa perilaku manusia tidak dapat lepas dari adanya individu itu sendiri dan lingkungn dimana individu itu berperilaku manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori, diantara teori-teori tersebut dapat dikemukakan:
1.      Teori insting
Teori ini dikemukakan oleh Mc. Dougal sebagai pelopor dari psikologi sosial yang menerbitkan buku psikologi sosial pertama kali. Menurutnya, perilaku itu disebakan oleh insting. Mc. Dougal mengajukan suatu daftar insting, insting merupakan suatu innate, perilaku bawaan dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman.

2.      Teori dorongan(drive theory)
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan.


3.      Teori insentif
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif-insentif. Dengan insentiv akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku.

4.      Teori atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab prilaku seseorang.

5.      Teori kognitif
Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang harus dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternative karena akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya.

E.     Kesesuaian Sikap dan Perilaku
Adanya ketidaksamaan antara sikap dan perilaku, sudah diketahui oleh para pakar sejak lama. Hartshorne and May (1928) misalnya, menemukan bahwa kecurangan dalam hubungan dalam situasi tertentu(mencontek ulangan) belum tentu berkorelasi dengan kecurangan dalam situasi yang lain(misalnya, berbohong kepada teman di luar kelas).
Penelitian yang dilakukan oleh bagian psikologi sosial, fakultas psikologi Universitas Indonesia dikalangan sejumlah ibu dan balita di Jakarta, menunjukan bahwa sikap mereka terhadap pengobatan dengan oralit bagi anak-anak mereka yang menderita muntah berat adalah positif. Akan tetapi, pada saat kejadian yang sesungguhnya mereka akan menggunakan pengobatan tradisioanal(Sarwono dkk, 1989 dan 1990).
Karena banyak penelitian membuktikan bahwa sikap tidak meramalkan perilaku, pendapat bahwa psikologi tidak perlu digunakan konsep sikap(sebagai faktor internal atau laten) tetapi langsung saja teliti perilakunya(pernyataan Wicker,1969 dalam buku Sarlito Wirawan)
Hubungan dengan hasil penelitian yang kontradiktif(Warner dan Defleur) mengemukakan tiga postulat, untuk mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu:
1.      Postulat konsistensi
Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suat objek sikap.

2.      Postulat Variasi independent
Postulat Variasi independent menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten.

3.      Postulat konsistensi tergantung
Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu.

Tampaknya postulat terakhir ini adalah postulat yang paling masuk akal dan paling berguna menjelaskan hubungan sikap dengan perilaku.
Didalam buku karangan Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, dalam buku Pengantar Umum Psikologi

F.     Proses pembentukan dan perubahan sikap
Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui 4 macam cara:
1.                                       Adopsi
 Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

2.      Diferensiasi
Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya.



3.      Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

4.      Trauma
Pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.




DAFTAR PUSTAKA

Walgito, Bimo.2003. Psikologi Social Suatu Pengantar, Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Sarwono, Sarlito Wrawan.2002. Psikologi Social. Jakarta Balai Pustaka

http;//www.google.co.id/search client=firefox-a&rls=org.mozilla%3aen-

Sobur ,Alex .2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

Rivai,Veithzal.2004. Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi. Jakarta: PT Remaja Grafindo Persada.