Rabu, 08 Oktober 2014

11 Semester Drop-Out


Waktu bukan halangan ketika tekad telah bulat. Agama mengajarkan segala hal diawali dengan niat. Kata Niat dalam bahasa Arab berarti mengingini sesuatu dan bertekad hati untuk mendapatkannya. Kesungguh-sungguhan menjadi kunci sukses dalam mencapai tujuan. Demikian pula halnya dengan perkuliahan. Sebelumnya, mahasiswa  masih bisa kuliah maksimal 7 tahun atau 14 semester, dengan peraturan baru pemerintah, mahasiswa S1 didorong untuk menyelesaikan kuliahnya tepat waktu dalam waktu maksimal 5 tahun.  Peraturan baru pemerintah ini dituangkan dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Beban belajar 144 SKS harus diselesaikan mahasiswa dalam 4-5 tahun atau 8-10 semester. Bila sampai 5 tahun tidak kunjung lulus, mahasiswa terancam di drop-out (DO).

Dalam upaya menerapkan sistem pendidikan serta memodifikasi tuntutan kebijakan kelulusan Strata 1 tentu memiliki dampak positif dan negatif. Terkait kebijakan pemrintah tentang beban belajar 144 SKS harus diselesaikan mahasiswa dalam 4-5 tahun atau 8-10 semester tentu menimbulkan pro dan kontra. Jika dilihat dari segi sarana dan prasarana serta mutu pendidikan yang diberikan oleh masing-masing perguruan tinggi tentu akan berbeda. Bagi perguruan tinggi yang tidak mampu melengkapi sarana dan prasarana serta mutu pendidikan yang rendah maka hal ini dapat menjadi pemicu dalam bentuk penolakan terhadap Permendikbud no. 49 tahun 2014 tersebut.

Mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa dituntut bersifat kritis. Diperlukan implementasi yang nyata. Sebagai kekuatan moral, masyarakat akan memandang tingkah laku, perkataan, cara berpakaian, cara bersikap, dan sebagainya yang berhubungan dengan moral sebagai acuan dasar mereka dalam berperilaku. Di sinilah mahasiswa harus di tuntut ke intelektualannya dalam kekuatan moralnya di masyarakat.

Mahasiswa yang cerdas tidak hanya sekedar aktif secara akademik, melainkan juga dapat menyesuaikan diri dengan non akademik. Bagi sebagian mahasiswa mungkin akan memiliki penilaian tentang peraturan tersebut akan menjadi batu penghalang bagi mereka dalam menyelesaikan studi dengan tetap aktif dalam organisasi. Akan tetapi semua itu tidak selalu benar. Banyak juga diantara mereka yang mampu berkarya dalam kurun waktu yang singkat.

Ketika seseorang telah memasuki dunia perkuliahan, dan kemudian menyandang status sebagai “mahasiswa” tentu sudah semestinya ia memiliki cerminan diri. Artinya telah ada apa yang akan menjadi targetnya. Hal ini memang tidak akan langsung dapat dipahami dari seorang siswa yang baru menjadi mahasiswa. Perubahan status sudah seharusnya diikuti dengan perubahan pola pikir.

Waktu sebenarnya menjadi kunci bagi kita dalam menjalani segalanya. Demikian juga dengan perkulihan, ketika telah ada waktu yang dibatasi tentu kita harus memiliki target yang jelas. Sebagian akan perpendapat bahwa waktu yang dibatasi dari 14 semester dan kemudian menjadi 10 semester akan menjadi penghalang dalam dunia organisasi dan berkarya di luar akademiknya. Sebenarnya hal ini dapat dibantah dengan target yang sesungguhnya. Jelas, mahasiswa yang cerdas adalah ia yang mampu memperjuangkan diri dengan baik bukan dari segi akademik saja melainkan juga dari non-akademik.

Kurangnya sarana dan prasarana akan  mempersulit mhasiswa dalam menyelsaikan studi perkullihannya karena banyak aspek-aspek yang dapat menggagalkan studi perkuliahan. Adapun mahasiswa yang tidak mampu dengan cepat menyelesaikan studinya mungkin mengalami beberapa faktor, seperti kurangnya motivasi dari keluarga dan perekonomian. Akan tetapi, untuk seorang yang memiliki target yang jelas dan tekad yang kuat hal ini dapat ia bantah, masalah perekonomian dapat diatasi dengan banyaknya beasiswa yang telah disediakan oleh pemerintah. Sedangkan lingkungan yang tidak mendukung dapat divariasikan dengan kemaun untuk mencari diluar tempat ia bernaung. Seperti pepatah mengatakan dimana ada kemauan di sana ada jalan.

Mahasiswa tidak hanya sekedar kuliah, duduk dalam rungan mendengarkan dosen, melainkan juga mampu melahirkan karya diluar akademinya. Organisasi menajdi salah satu tawaran untuk dapat berkarya. Seorang aktivis mahasiswa sudah sepatutnya memberikan contoh, memperlihatkan bagaimana ia menngatur waktu dan mengseimbangkan antara tuntutan perkuliahan dengan tuntutan lapangan.

Mahasiswa hari ini memiliki kecenderungan untuk sekedar melihat tanpa mengkritisi. Hal demikian sebenarnya telah memperlihatkan bahwa ia sendiri belum mampu menjadi mahasiswa.  Mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.

Mereka memiliki peranan yang sangat penting sekali, baik itu peranannya yang berkaitan dengan dirinya sendiri ataupun kaitannya dengan lingkungan di sekitarnya. Secara umum peranan dari seorang mahasiswa adalah belajar, mengikuti ujian yang telah ditetapkan pihak kampus, berprestasi akademik dan non akademik, dan  masih banyak lagi. Selain peranan-peranan yang berkaitan erat dengan dirinya, ada juga peranan-peranan yang bersangkutan dengan lingkungann sekitar. Di antaranya adalah bahwa seorang mahasiswa dituntut untuk bisa meluangkan waktunya untuk masyarakat dikala dibutuhkan. Misalnya, pada saat masyaraka menghadapi kebijakan dari pemerintah (penguasa) yang nyatanya kebijakan tersebut sering merugikan masyarakat, di situlah peran mahasiswa sangat dinantikan. Kiprah dan sepak terjang mahasiswa diperhitungkan. Apabila mahasiswa tidak bisa menghendaki apa-apa yang dibutuhkan masyarakat maka peran mahasiswa saat itu pula perlu dipertanyakan.

Ketika seorang mahasiswa dituntut untuk mampu menjadi agen perubahan, maka tidak bisa kita lepaskan dari peranan lain dari mahasiswa yaitu mahasiswa sebagai harapan bangsa. Sering kita mendengar sebuah pepatah bahwa seorang pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang. Hal itu akan mengindikasikan bahwa seorang pemuda, khusunya seorang mahasiswa, akan menjadi tulang punggung suatu negara. Kalaulah pemuda pada saat ini tidak berkualitas, maka siap-siap saja suatu saat nanti kita akan mempunyai seorang pemimpin yang tidak berkualitas pula. Akan tetapi jika saat ini kondisi pemudanya mempunyai kualitas yang tinggi, maka kelak kita akan mempunyai seorang pemimpin yang berkualitas pula. Di sinilah peran mahasiswa yang sesungguhnya, dimana seorang mahasiswa harus mampu membina dirinya sendiri demi terciptanya kepribadian yang berkualitas. Dan pada akhirnya akan menjanjikan lahirnya seorang pemimpin yang mempunyai kualitas yang diperhitungkan di masa yang akan datang.